BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kegiatan pekerjaan konstruksi
merupakan kegiatan yang melibatkan banyak peralatan sebagai salah satu unsur
penting di samping unsur sumber daya lain yakni manusia, uang dan metoda. Jenis
peralatan yang terlibat sangat beragam dari mulai yang sifatnya sederhana
sampai dengan yang berteknologi sangat maju. Pengoperasian peralatan tersebut
yang pada dasarnya merupakan suatu upaya bantuan terhadap manusia dalam
menjalankan tugasnya dalam melakukan kegiatan pekerjaan konstruksi, selalu
melibatkan tenaga manusia untuk menjalankannya. Adanya peran manusia dalam
pengoperasian peralatan konstruksi tersebut serta agar diperoleh hasil kegiatan
yang optimal tentunya dibutuhkan pengetahuan mengenai cara pengoperasiannya
yang baik dan benar. Cara pengoperasian yang baik dan benar tersebut terkait
langsung dengan keselamatan kerja baik bagi manusianya maupun bagi peralatan
itu sendiri. Keselamatan pengopersian peralatan masing-masing tentunya
berdasarkan petunjuk pengoperasian masing-masing peralatan sesuai petunjuk atau
pedoman yang bersifat teknis yang dikeluarkan oleh produsen masing-masing
peralatan. Sementara itu bagi orang yang mengoperasikan maupun bagi lingkungan
sekitarnya berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan suatu
petunjuk atau pedoman baik yang bersifat umum maupun khusus berupa pengaturan
yang mengikat semua pihak baik yang terlibat langsung dengan pengoperasian
peralatan yakni para operator maupun organisasi pengelola peralatan yakni
perusahaan jasa konstruksi terkait. Pengaturan terkait dengan keselamatan dan
kesehatan kerja bidang konstruksi dapat digunakan sebagai acuan bagi semua
pelaku jasa konstruksi di Indonesia dalam memberikan kepastian perlindungan
baik kepada penyedia jasa maupun pengguna jasa. Pengaturan tersebut meliputi
aspek administrasi dan teknis operasional atas seluruh kegiatan penjaminan
kesehatan dan keselamatan kerja bidang konstruksi.
1.2
MAKSUD DAN TUJUAN
Pengaturan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja dalam bidang konstruksi dimaksudkan agar kegiatan pekerjaan konstruksi
terselenggara melalui terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja baik bagi
pelaku kegiatan konstruksi itu sendiri maupun bagi lingkungan sekitar lokasi
pekerjaan. Pemahaman dan penerapan pengaturan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja tersebut diharapkan memberikan manfaat bagi para pelaku
pekerjaan konstruksi seperti:
Berkurangnya atau malah
terhindarkannya kecelakaan kerja pada
pelaksanaan pekerjaan;
Terhindarkan terhentinya
kegiatan pekerjaan konstruksi sebagai akibat
adanya kecelakaan kerja;
Terhindarkan kerugian
baik material maupun nyawa manusia akibat
timbulnya kecelakaan kerja; dan
Terhindarkan penurunan
produktivitas dan daya guna sumber daya sebagai
akibat dari adanya kecelakaan kerja.
BAB
II
KETENTUAN
PERATURAN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN
KERJA
2.1
PERATURAN TENTANG K3 DI INDONESIA
Dalam rangka
terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja pada penyelenggaraan konstruksi di
Indonesia, terdapat pengaturan mengenai K3 yang bersifat umum dan yang bersifat
khusus untuk penyelenggaraan konstruksi yakni:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (Pasal 10). “Menteri Tenaga Kerja berwenang
membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna mengembangkan
kerjasama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka memperlancar
usaha
produksi.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
Per-01/Men/1980 tentang Keselamatan
dan Kesehatan
Kerja Pada Konstruksi Bangunan.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
Per-05/Men/1996 tentang Sistem
Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4. Surat Keputusan Bersama Menteri
Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan
Umum masing-masing Nomor Kep.174/MEN/1986
dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi
2.2 PENERAPAN & PENGEMBANGAN ISO
14001:2004
Sebagai upaya mewujudkan organisasi
/ perusahaan yang ramah lingkungan atau peduli dengan lingkungan maka
dibutuhkan upaya nyata untuk melakukan hal tersebut melalui suatu sistem
pengelolaan / manajemen lingkungan yang handal, efektif, terdokumentasi, serta
mendorong untuk selalu dilakukan peningkatan seperti halnya penerapan Sistem
Manajemen Lingkungan mengacu pada standar ISO 14001;2004. Hal ini perlu
dukungan dari semua pihak, baik manajemen, karyawan serta semua pihak yang
terkait. ISO 14001 sebagai referensi untuk menjalankan sistem manajemen
lingkungan merupakan standar internasional yang di terbitkan oleh ISO “
International Standards for Organitation” dimana prinsip dasar nya adalah
“control” terhadap semua aspek yang dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan. Ada berbagai tahapan untuk dapat mengembangkan,
menerapkan, memelihara
dan meningkatkan efektifitas sistem diantaranya:
− Tahap 1: Persiapan
− Tahap 2: Pengembangan
− Tahap 3: Penerapan
− Tahap 4: Evaluasi dan
Monitoring
− Tahap 5: Sertifikasi
− Tahap 6: Pemeliharaan dan
Improvement
2.3
Persiapan Persiapan
Sebagai langkah awal untuk pengembangan,
penerapan, sistem manajemen lingkungan adalah persiapan. Dalam persiapan 4 In 1 Integrasi Sistem Manajemen ISO 9001,
ISO 14001, OHSAS 18001 & SMK3 122 ada beberapa hal yang dilakukan,
diantaranya:
2.4 Pembentukan Tim Pembentukan Tim
Organisasi atau perusahaan ketika
akan mengembangkan,menerapkan
sistem manajemen lingkungan, maka sebagai langkah awal Manajemen Puncak dalam
hal ini Direktur Utama harus menunjuk Tim yang berperan dalam pengembangan,
penerapan, pemeliharaan dan peningkatan efektifitas sistem manajemen
lingkungan. Seperti yang di atur dalam persyaratan ISO 14001:2004 clausa 4.4.1
Tim yang dibentuk ini di ketuai oleh seseorang yang di sebut Management
Representative . Adapun tugas, tangung jawab dari Tim Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001 diataranya:
2.2.1 Manajemen Puncak: Manajemen Puncak: Puncak:
Manajemen Puncak merupakan pimpinan tertinggi di
Organisasi atau perusahaan, yang dapat berupa Board of Director atau cukup
Direktur Utama
dengan tugas, tangung
jawab:
a)
Memberikan arahan, motivasi kepada seluruh
tim dan karyawan pentingnya untuk menerapkan sistem manajemen lingkungan.
b)
Menetapkan visi, misi dan kebijakan
lingkungan serta komitmen untuk beroperasi dengan menekan dampak negative pada
lingkungan.
c)
Memenuhi semua kebutuhan sumber saya yang
dibutuhkan untuk mengembangkan, menerapkan, memelihara, dan meningkatkan
efektifitas sistem manajemen lingkungan.
d)
Menetapan sasaran dan target, serta
memastikan pelaksanaan dan pencapaian dan sasaran dan target tersebut.
e)
Memastikan semua peraturan yang terkait
dengan lingkungan telah di identifikasi, akses serta di penuhi untuk
efektifitas penerapan sistem manajemen lingkungan.
f)
Memastikan sistem manajemen lingkungan,
telah di kembangkan, di terapkan, dan di pelihara efektifitasnya
2.2.2 Management Representative (MR) Management
Representative (MR)
Selajutnya Manajemen Puncak menunjuk seorang Management
Representative dimana dengan kemampuan yang dimiliki ditunjuk sebagai pemimpin
tim sistem manajemen lingkungan dengan tugas tanggung jawab sebagai berikut;
a)
Memimpin tim untuk pengembangan,penerapan,
pemeliharaan dan peningkatan efektifitas sistem manajemen lingkungan.
b)
Melaporkan kinerja sistem manajemen
lingkungan ke Manajemen puncak secara
periodic.
c)
Memastikan dokumentasi sistem
manajemenlingkungan dilakukan secara efektif, sesuai dengan persyaratan ISO
14001.
d)
Memastikan semua aspek dan dampak di
identifikasi, di analisis di dokumentasikan dan di up date secara periodic.
e)
Memastikan penerapan sistem manajemen
lingkungan di lakukan pada semua semua fungsi yang relevan.
f)
Membuat program audit, mengkoordinasi
pelaksanaan internal audit.
g)
Mengkoordinasi pelaksanaan kajian
manajemen.
h)
Berkomunikasi dengan badan sertifikasi
untuk pelaksanaan audit ataupun surveylance audit
2.2.3 Document Controler (DC) Document Controler
(DC)
a) Management
Representative di bantu denganDocument Controler yang merupakan personel yang
ditunjuk dengan tugas tanggung jawab.
b) Membantu
MR dan Working Group dalam melakukan dokumentasi sistem manajemen lingkungan.
c) Dengan
persetujuan MR mengendalikan seluruh dokumen sistem manajemen lingkungan.
d) Melakukan
adminitrasi dan fileing seluruh kegiatan management representative.
e) Menyiapkan
data untuk kebutuhan kajian manajemen.
f) Memyimpan
rekaman sistem manajemen lingkungan dan melakukan pemusnahan record yang
menjadi tanggung jawab MR. setelah masa retensi sudah habis
2.2.4 Working Group Working Group Working Group
Selain Document
Controler, Management Representative juga dibantu oleh kelompok kerja (Working
Group) yang merupakan tim yang diambil mewakili masing-masing fungsi yang ada
di Organisasi atau perusahaan. Adapun tugas, tangung jawab working group antara
lain:
a) Mewakili
fungsinya untuk melakukan pengembangan, penerapan, dan pemeliharaan sistem
manajemen lingkungan.
b) Membantu
MR dalam melakukan sosialisasi untuk kebutuhan penerapan sistem manajemen
lingkungan.
c) Mengidentifikasi
permasalahan yang timbul dan mencari solusi yang efektif.
d) Mengidentifikasi
kebutuhan untuk peningkatan efektifitas penerapan sistem manajemen lingkungan.
e) Melakukan
monitoring kinerja sistem manajemen lingkungan dan melaporkan ke MR
2.2.5 Auditor Internal Sistem Manajemen Lingkungan
Auditor Internal Sistem Manajemen Lingkungan
Sistem Manajemen
Lingkungan yang dikembangkan secara periodik harus dilakukan evaluasi
efektifitas penerpannya. Salah satu mekanisme evaluasi yang diwajibkan oleh
standar ISO 14001 adalah dengan melakukan audit Internal. Untuk dapat melakukan
audit internal secara efektif maka harus memiliki Tim Auditor Internal yang
kompeten dan independent. Tim Auditor internal inilah yang merupakan personel
yang telah memiliki kualifikasi sebagai auditor internal, yang memiliki
kemampuan untuk melakukan audit serta memahami proses yang audit. Adapun tugas
tanggung jawab:
a.
Melakukan audit sistem manajemen
lingkungan secara profesional, independen.
b.
Membuat laporan formal hasil audit
internal.
c.
Melakukan verifikasi tindak lanjut dari
temuan audit.
d.
Melaporkan hasil verifikasi tindak lanjut
hasil audit internal
2.5 Pembentukan Komitmen Pembentukan Komitmen
Apabila Manajemen Puncak sudah menetapkan Tim.Sistem
Manajemen Lingkungan, maka bagian dari persiapan adalah dengan menumbuhkan
komitmen tim maupun seluruh karyawan Organisasi atau perusahaan. Komitmen ini
memegang peranan yang sangat penting dalam menjamin kesuksesan pengembangan,
penerapan dan pemeliharaan efektifitas sistem manajemen lingkungan. Ada
berbagai langkah yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan komitmen baik untuk tim
maupun karyawan diantaranya:
a.
Tim dan karyawan harus mengetahui maksud
dan tujuan dari penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001.
b.
Proses sosialisasi yang intensif dan masif
bagi seluruh karyawan.
c.
Menunjuk tim dalam suatu Surat Keputusan
yang sekaligus diberikan penjelasan mengenai tugas dan tanggung jawab sebagai
Tim.
d.
Komunikasi yang efektif antara Manajemen
Puncak, Tim dan Seluruh karyawan.
e.
Reward and punishment system Di samping
komitmen Tim dan Karyawan, tak kalah penting juga komitmen dari Manajemen
Puncak terutama terkait dengan penyediaan sumber daya. Berbagai sumber daya
yang dibutuhkan di antaranya:
1.
Penyediaan pra sarana yang memadai
sehingga semua aspek yang berdampak negatif ke lingkungan. dapat dikendalikan
dengan baik dan efektif.
2.
Penyediaan sarana dan prasarana yang
memadai untuk mencegah atau mengurangi timbulkan pencemaran lingkungan.
3.
Penyediaan waktu, jumlah karyawan dengan
tingkat pengetahuan dan kompetensi yang memadai untuk menjamin efektifitas
penerapan sistem manajemen lingkungan.
4.
Penyediaan sumber daya untuk memenuhi
semua peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan lingkungan.
5.
Semua kebutuhan yang diperlukan untuk
meningkatkan efektifitas penerapan, pemeliharaan dan peningkatan efektifitas
sistem manajemen lingkungan.
2.6 Penetapan Ruang Lingkup Penetapan Ruang
Lingkup
Penetapan ruang Lingkup penerapan sistem manajemen
lingkungan ISO 14001:2004 di Organisasi atau perusahaan dilakukan di awal
sebelum dilakukan pengembangan. Organisasi atau perusahaan , ketika
mengembangkan, menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan harus menetapkan ruang
lingkup sistem nya, apakah sistem yang dibangun mencakup semua area atau akan
membuat skala prioritas. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk
menentukan apakah pengembangan dan penerapan sistem akan dilakukan mencakup
seluruh area atau. dilakukan secara parsial diantarannya:
a.
Kesiapan infrastruktur untuk mengendalikan
atau mencegah dampak negatif lingkungan dari kegiatan untuk setiap area.
b.
Kesiapan Tim dan karyawan dalam menerapkan
sistem manajemen lingkungan.
c.
Ketersediaan anggaran untuk memenuhi
kebutuhan pemenuhan persyaratan baik infrastruktur maupun peraturan
perundang-undangan terkait dengan lingkungan yang relevan.
d.
Tingkat dampak lingkungan sebagai efek
samping kegiatan yang dilaksanakan di masing-masing area/proses.
e.
Tuntutan dari pihak-pihak terkait
2.7 Penyediaan Sumber Daya Penyediaan Sumber
Daya
Dalam menerapkan suatu sistem manajemen, apalagi sistem
manajemen lingkungan maka tidak akan terlepas dari kebutuhan sumber daya, di
mana sumber daya ini menjadi penggerak untuk menjamin efektivitas penerapan
sistem manajemen lingkungan. Tanpa ketersediaan sumber daya yang memadai, maka
penerapan sistem manajemen ini dapat menjadi kurang efektif atau bahkan sulit
untuk dilaksanakan. Adapun sumber daya di harus di persiapan untuk kebutuhan
penerapan sistem manajemen lingkungan seperti yang di atur dengan Persyaratan
ISO 14001;2004 clausa 4.4.1. mencakup di ataranya:
a.
Sumber daya manusia termasuk kemampuan
spesifik yang dibutuhkan untuk menjamin efektivitas penerapan sistem manajemen
lingkungan.
b.
Infrastruktur yang dibutuhkan untuk
mengendalikan dan mengurangi dampak negatif dari kegiatan yang dilakukan oleh
Organisasi atau perusahaan.
c.
Teknologi yang diperlukan untuk meminimalkan
dampak negatif pencemaran lingkungan.
d.
Keuangan yang dibutuhkan untuk membiaya
seluruh kegiatan untuk menjamin efektivitas penerapan sistem manajemen
lingkungan.
e.
Pengembangan Pengembangan Apabila
persiapan untuk pengembangan sistem manajemen. lingkungan sudah cukup dengan,
indikator
f.
Terbentuknya tim ISO 14001 dengan di
pimpin oleh Management Representative yang di kuatkan dalambentuk surat
keputusan oleh Direktur Utama.
g.
Ruang lingkup penerapan sistem yang sudah
di tetapkan.
h.
Komitmen Tim dan Manajemen sudah
ditunjukkan termasuk komitmen terhadap penyediaan sumber daya maka langkah
berikutnya adalah pengembangan sistem manajemen. Pengembangan sistem Manajemen
Lingkungan harus mengacu pada persyaratan standar ISO 14001:2004, sehingga pada
akhirnya kalau sistem memenuhi standar ISO 14001:2004 maka dapat dilakukan.
sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan yang sudah di terapkan. Untuk dapat
mengembangkan sistem manajemen dengan baik maka dibutuhkan bimbingan konsultan
yang berpengalaman dalam pengembangan, penerapan sistem manajemen lingkungan
ISO 14001 di mana langkah awalnya yang harus dilakukan adalah transfer
knowladge melalui proses pelatihan. Tujuan dari pelatihan awal ini adalah:
1.
Memberikan pengetahuan kepada Tim tentang
konsep sistem manajemen lingkungan.
2.
Memberikan pengertian tentang interpretasi
persyaratan ISO 14001:2004.
3.
Memberikan arahan bagaimana melakukan
pengembangan dan penerapan sistem manajemen lingkungan.
4.
Memberikan arahan tentang sistem
dokumentasi Sistem Manajemen lingkungan.
5.
Memberikan pengertian bagaimana melakukan
risk assessment terkait dengan aspek dan dampak lingkungan Pelatihan diberikan
minimal kepada tim Sistem manajemen lingkungan, yang digunakan sebagai bekal
awal untuk pengembangan dan penerapan sistem manajemen lingkungan. Sistem
manajemen suatu proses kerja yang ter struktur untuk mencapai tujuan tertentu,
sedangkan sistem manajemen lingkungan berdasarkan definisi yang di atur dalam
standar ISO 14001;2004 point 3.8 merupakan bagian dari organisasi. yang
mengelola sistem manajemen nya untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan
lingkungan serta mengelola semua aspek lingkungan. Oleh karena itu sistem
manajemen lingkungan tidak berwujud, maka untuk mewujudkannya dan di terapkan
dengan baik serta dapat dijaga konsistensinya maka di tuangkan dalam bentuk
dokumen.
6.
Tahap penilaian Tahap penilaian AUDIT MUTU
INTERNAL Audit lingkungan internal adalah bentuk dari pemantauan secara berkala
untuk mengetahui efektifitas dari penerapan prosedur.
7.
Tahap tindakan perbaikan Tahap tindakan
perbaikan tindakan perbaikan MANAGEMENT REVIEW Untuk dapat diaudit oleh badan
sertifikasi, organisasi perlu melakukan minimal satu siklus audit mutu internal
dan tinjauan manajemen. Tinjauan manajemen lazimnya dilakukan dalam bentuk
rapat tinjaun manajemen. Dalam rapat ini setiap fungsi melaporkan perkembangan
dari penerapan ISO-14001 di fungsinya masing-masing.
8.
Tahap sertifikasi Tahap sertifikasi(jika
perusahaan membutuhkan) (jika perusahaan membutuhkan) (jika perusahaan
membutuhkan) Sertifikasi adalah proses audit yang dilakukan oleh auditor dari
badan sertifikasi yang telah dipilih oleh organisasi. Bila Auditor menganggap
bahwa organisasi belum memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu ISO 14001:
2004 auditor akan meminta untuk dilakukan. perbaikan . Apabila Auditor
menganggap organisasi telah memenuhi persyaratan sistem manajemen lingkungan
ISO 14001: 2004 maka organisasi akan mendapat sertifikat tersebut. Tatacara
mendapatkan sertifikat:
a)
Mendaftarkan perusahaan dalam rangka
sertifikasi ISO 9001:2008 ke Lembaga Sertifikasi
b)
Pelaksanaan audit eksternal oleh Lembaga
Sertifikasi - Perbaikan hasil audit eksternal
c)
Penerbitan sertifikat.
2.8 Pengertian
ISO 45001
ISO 45001 adalah Standar Internasional yang menentukan
persyaratan untuk sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (OH&S),
dengan panduan penggunaannya, untuk memungkinkan sebuah organisasi memperbaiki
kinerja K3 secara proaktif dalam mencegah Kecelakaan Kerja dan dampak buruk
bagi kesehatan. ISO 45001 dimaksudkan untuk diterapkan pada organisasi manapun
tanpa memperhatikan ukuran, jenis dan sifatnya. Semua persyaratannya
dimaksudkan untuk diintegrasikan ke dalam proses manajemen organisasi sendiri.
ISO 45001 memungkinkan
sebuah organisasi, untuk dapat menerapkan Sistem K3 nya selaras dengan
peraturan dan persyaratan Undang undang atau peraturan lain yang berlaku di
Negara tersebut. Sehingga ini mempermudah organisasi dalam memonitor segala
peraturan yang wajib mereka patuhi.
ISO 45001 tidak
menyebutkan kriteria khusus untuk kinerja K3, juga tidak menentukan rancangan
sistem manajemen K3 dalam Organisasi. Sistem manajemen K3 organisasi harus
spesifik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dalam mencegah cedera dan
kesehatan yang buruk, oleh karena itu , usaha kecil dengan risiko rendah
mungkin hanya perlu menerapkan sistem yang relatif sederhana, dan sebaliknya
organisasi besar dengan tingkat risiko tinggi mungkin memerlukan sesuatu yang
jauh lebih rumit. Sangat mungkin perbedaan penerapan SMK3 di dalam perusahaan
berbeda beda, tergantung keefektifan penerapannya oleh organisasi. ISO 45001
tidak secara khusus menangani masalah seperti keamanan produk, kerusakan
properti atau dampak lingkungan, dan organisasi tidak diharuskan untuk
mempertimbangkan masalah ini kecuali jika menimbulkan risiko bagi pekerjanya.
ISO 45001 tidak dimaksudkan sebagai dokumen yang mengikat secara hukum, ini
adalah alat bagi manajemen secara sukarela oleh organisasi yang bertujuan untuk
menghilangkan atau meminimalkan risiko bahaya.
Manfaat Penerapan ISO
45001 Sistem manajemen K3 berbasis ISO 45001 akan memungkinkan sebuah
organisasi memperbaiki kinerjanya dengan:
1. Mengembangkan
dan menerapkan Sistem Manajemen untuk mengurangi atau meminimalisir kecelakaan
kerja atau sakit akibat kerja
2. Membangun
proses sistematis terkait dengan K3 yang mempertimbangkan “konteksnya” dan yang
memperhitungkan risiko dan peluangnya, dan persyaratan hukum dan lainnya
3. Menentukan
bahaya dan risiko yang terkait dengan aktivitasnya dan berusaha untuk
menghilangkannya , atau melakukan kontrol untuk meminimalkan dampak potensial
resiko dan bahayanya.
4. Menetapkan
pengendalian operasional untuk mengelola risiko K3 dan persyaratan hukum dan
lainnya
5. Meningkatkan
kesadaran akan risiko K3
6. Mengevaluasi
kinerja K3 dan berusaha untuk memperbaikinya, melalui tindakan yang tepat
7. Memastikan
pekerja berperan aktif dalam masalah K3
8. Memaksimalkan
Efektifitas dan Efisiensi pekerja dan alat dengan mengurangi downtime karena
cedera atau sakit akibat kerja
9. Membuka
Pasar baru terutama bagi customer yang mensyaratkan K3
10. Memenuhi
persyaratan Tender , dll
11. Meningkatkan
kepatuhan terhadap peraturan dan perundangan dan mencegah permasalahan yang
ditimbulkannya
12. mengurangi
keseluruhan biaya insiden
13. mengurangi
downtime dan biaya gangguan operasi
14. mengurangi
biaya premi asuransi
15. mengurangi
ketidakhadiran dan tingkat turnover karyawan
16. Pengakuan
secara Internasional terkait SMK3 organisasi
2.9
KETENTUAN ADMINISTRASI
2.9.1
KEWAJIBAN UMUM
a)
Penyedia Jasa Kontraktor berkewajiban
untuk mengusahakan agar tempat
kerja,
peralatan, lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian
rupa
sehingga tenaga kerja terlindung dari resiko kecelakaan.
b)
Penyedia Jasa Kontraktor menjamin bahwa
mesin mesin peralatan,
kendaraan
atau alat-alat lain yang akan digunakan atau dibutuhkan sesuai
den-an
peraturan Keselamatan Kerja, selanjutnya barang-barang tersebut
harus
dapat dipergunakan secara aman.
c)
Penyedia Jasa Kontraktor turut mengadakan
:pengawasan terhadap
tenaga
kerja, agar tenaga kerja tersebut dapat melakukan pekerjaan dalam
keadaan
selamat dan sehat.
d) Penyedia
Jasa Kontraktor menunjuk petugas Keselamatan Kerja yang
karena jabatannya di dalam organisasi
kontraktor, bertanggung jawab
mengawasi kordinasi pekerjaan yang
dilakukan. untuk menghindarkan
resiko bahaya kecelakaan.
e) Penyedia
Jasa Kontractor memberikan pekerjaan yang cocok untuk
tenaga kerja sesuai dengsn keahlian
umur, jenis kelamin dan kondisi
fisik/kesehatannya.
f) Sebelum
pekerjaan dimulai Penyedia Jasa Kontraktor menjamin bahwa
semua
tenaga kerja telah diberi petunjuk terhadap bahaya demi
pekerjaannya
masing-masing dan usaha pencegahannya, untuk itu
Pengurus
atau kontraktor dapat memasang papan-papan pengumuman,
papan-papan
peringatan serta sarana-sarana pencegahan yang dipandang
perlu.
g) Orang
tersebut bertanggung jawab pula atas pemeriksaan berkala
terhadap semua tempat kerja,
peralatan, sarana-sarana pencegahan
kecelakaan, lingkungan kerja dan
cara-cara pelaksanaan kerja yang aman.
h) Hal-hal
yang rnenyangkut biaya yang timbal dalam rangka
penyelenggaraan keselamatan dan
kesehatan kerja menjadi tanggung
jawab Pengurus dan Kontraktor.
2.10 ANALISA SISTEM K3
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi
risiko diawali dengan mengenali jenis-jenis kecelakaan yang mungkin akan
terjadi. Disini dilakukan pendefinisian risikorisiko berupa jenis kecelakaan
kerja dari data primer dan dari literature terdahulu untuk menentukan variabel
kuisioner.
2. Analisis Risiko
Analisis risiko
dibagi menjadi 2 macam yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
a)
Analisis Risiko Kualitatif
Analisis Kualitatif adalah proses menilai
dampak dan kemungkinan risiko yang sudah diidentifikasi. Proses ini
dilakukan dengan menyusun risiko
berdasarkan dampaknya terhadap tujuan proyek.
b)
Analisis Kuantitatif
Analisis risiko secara kuantitatif
merupakan metode untuk mengidentifikasi risiko kemungkinan kegagalan sistem.
Analisis ini dilakukan dengan mengaplikasikan formula matematis. Secara
matematis perhitungan risiko diajukan dengan mengalikan tingkat kemungkinan
kejadian dengan dampak yang ditimbulkan. Hasil analisis ini dapat digunakan
untuk mengambil langkah strategis
dalam mengatasi risiko yang
teridentifikasi. Meskipun analisis kuantitatif ini menggunakan pendekatan
matematis, namun pada prinsipnya analisis ini merupakan tindak lanjut yang
mengikuti hasil analisis kualitatif. Kesulitan utama dalam analisis risiko
kuantitatif adalah pada saat menentukan tingkat kemungkinan karna data-data
statistik belum tentu tersedia untuk semua peristiwa.
Adapun metode yang dipakai dalam analisis
ini antara lain adalah:
1. Survey
Survei adalah pemeriksaan atau penelitian
secara komperhensif. Survei yang dilakukan dalam melakukan penelitian biasanya
dilakukan dengan menyebar kuisioner atau wawancara, dengan tujuan untuk
mengetahui: siapa, apakah, bagaimana atau cenderung suatu tindakan. Survei
lazim dilakukan dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian survei dilakukan
tertutup, survei merupakan metode pengumpulan data primer dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada responden individu. Jadi bisa disimpulkan survei
adalah metode untuk mengumpulkan informasi dari kelompok yang mewakili sebuah
populasi, penelitian ini menggunakan survei dengan kuesioner.
2. Pengumpulan
Data
Data ialah data mentah yang perlu diolah
sehingga menghasilkan informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun
kuantitatif yang menunjukan fakta. Data yang diperoleh haruslah relevan artinya
data yang ada hubungannya langsung dengan penelitian. Selain itu data yang
diperoleh adalah data yang dapat dipercaya masih hangat diperbincangkan dan di
dapat dari orang pertama (data primer). Setelah data diperoleh, data
dikelompokkan terlebih dahulu sebelum dipakai dalam proses analisis yaitu
sebagai berikut :
a.
Data primer
Merupakan
data yang didapat dari sumber pertama. Data primer diperoleh dengan melakukan
studi lapangan. Studi lapangan dilakukan dengan survey dengan pihak pihak
terkait, sehingga pendeketan dengan data primer adalah dengan melakukan survey
atau melakukan kuisioner.
b.
Data Sekunder
Merupakan
data yang diperoleh dari studi literatur, seperti buku, makalah, jurnal,
penelitian terdahulu dan dapat berupa data yang dapat diolah dan juga dapat
berupa data dari proyek tersebut. Data yang digunakan penulis pada penelitian ini
data primer (langsung) dan data sekunder berupa studi literatur dan data
proyek.
3. Kuisioner
Pelaksaan
kuisioner pada penenlitian ini dilaksanakan menjadi 2 tahapan dengan sasaran
kuisioner adalah main contractor (quality control, site engineer, site manager)
dan sub contractor (safety officer dan konsultan pengawas), yaitu :
a.
Sistem Manajemen K3
Meliputi
Safety Planning, Safety Execution dan Safety Evaluating and monitoring.
Kuisioner ini ditujukan untuk melihat standart oprasional yang berlaku.
b.
Kecelakaan Kerja
Variabel
risiko yaitu variabel merupakan gejala yang bervariasi dapat berupa
faktor-faktor yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas yaitu variabel
yang mempengaruhi variabel lain atau variabel yang disebut variabel prediktor.
Dalam penelitian ini sebagai variabel bebas adalah pengetahuan K3 yang terdiri
dari :
Sistem
Manajemen K3 (X1), Mekanisme Alat Pelindung Diri (X2), Faktor Risiko K3 (X3)
dengan sasaran kuisioner adalah supervisor dan mandor.Variabel risiko yang
mungkin terjadi pada proyek ini adalah :
1)
Variabel Faktor Risiko K3 (X1)
a)
X1.1 : Faktor Manusia
b)
X1.2 : Faktor Material
c)
X1.3 : Faktor Peralatan
d)
X1.4 : Faktor Konstruksi
e)
X1.5 : Faktor Lingkungan
2)
Variabel Sistem Manajemen K3 (X2)
a)
X2.1 : Adanya Kebijakan K3
b)
X2.2 : Pelaksaan Sistem K3
c)
X2.3 : Evaluasi K3
3)
Variabel Mekanisme Alat Pelindung Diri (X3)
a)
X3.1 : Briefing Penggunaan APD
b)
X3.2 : Penggunaan APD
c)
X3.3 : Penindakan Pelanggaran Penggunaan APD
4. Penilaian Risiko
Pada
kuisioner tahap 1 penilaian risiko dinilai dari jawaban responden yan akan
diberi beri pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban yaitu ya dan tidak.
Menurut
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2008) :
a.
Penyelenggara Sistem Manajemen K3 Konstruksi Bidang
Pekerjaan
Umum dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:
1)
Risiko Tinggi
2)
Risiko Sedang
3)
Risiko Kecil
b.
Kinerja penerapan Penyenggalaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan umum dibagi
menjadi 3, yaitu :
1)
Baik, bila mencapai hasil penilaian >85%
2)
Sedang, bila mencapai hasil penilaian 60% - 85%
3)
Kurang, bila mencapai hasil penilaian <60%
Pada
kuisioner tahap 2 penilaian risiko dinilai dari jawaban responden yang akan
diberi beri pertanyaan dengan 2 sub pertanyaan yaitu dampak kecelakaan dan
peluang kejadian.
c.
Tingkat risiko/Dampak
Merupakan suatu nilai yang ditetapkan untuk
menentukan suatu tingkatan dampak/akibat berdasarkan dampak yang disebabkan
oleh kecelakaan kerja.