Sabtu, 17 November 2018

Modul praktikum k3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kegiatan pekerjaan konstruksi merupakan kegiatan yang melibatkan banyak peralatan sebagai salah satu unsur penting di samping unsur sumber daya lain yakni manusia, uang dan metoda. Jenis peralatan yang terlibat sangat beragam dari mulai yang sifatnya sederhana sampai dengan yang berteknologi sangat maju. Pengoperasian peralatan tersebut yang pada dasarnya merupakan suatu upaya bantuan terhadap manusia dalam menjalankan tugasnya dalam melakukan kegiatan pekerjaan konstruksi, selalu melibatkan tenaga manusia untuk menjalankannya. Adanya peran manusia dalam pengoperasian peralatan konstruksi tersebut serta agar diperoleh hasil kegiatan yang optimal tentunya dibutuhkan pengetahuan mengenai cara pengoperasiannya yang baik dan benar. Cara pengoperasian yang baik dan benar tersebut terkait langsung dengan keselamatan kerja baik bagi manusianya maupun bagi peralatan itu sendiri. Keselamatan pengopersian peralatan masing-masing tentunya berdasarkan petunjuk pengoperasian masing-masing peralatan sesuai petunjuk atau pedoman yang bersifat teknis yang dikeluarkan oleh produsen masing-masing peralatan. Sementara itu bagi orang yang mengoperasikan maupun bagi lingkungan sekitarnya berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan suatu petunjuk atau pedoman baik yang bersifat umum maupun khusus berupa pengaturan yang mengikat semua pihak baik yang terlibat langsung dengan pengoperasian peralatan yakni para operator maupun organisasi pengelola peralatan yakni perusahaan jasa konstruksi terkait. Pengaturan terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja bidang konstruksi dapat digunakan sebagai acuan bagi semua pelaku jasa konstruksi di Indonesia dalam memberikan kepastian perlindungan baik kepada penyedia jasa maupun pengguna jasa. Pengaturan tersebut meliputi aspek administrasi dan teknis operasional atas seluruh kegiatan penjaminan kesehatan dan keselamatan kerja bidang konstruksi.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Pengaturan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dalam bidang konstruksi dimaksudkan agar kegiatan pekerjaan konstruksi terselenggara melalui terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja baik bagi pelaku kegiatan konstruksi itu sendiri maupun bagi lingkungan sekitar lokasi pekerjaan. Pemahaman dan penerapan pengaturan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja tersebut diharapkan memberikan manfaat bagi para pelaku pekerjaan konstruksi seperti:
Berkurangnya atau malah terhindarkannya kecelakaan kerja pada
pelaksanaan pekerjaan;
Terhindarkan terhentinya kegiatan pekerjaan konstruksi sebagai akibat
adanya kecelakaan kerja;
Terhindarkan kerugian baik material maupun nyawa manusia akibat
timbulnya kecelakaan kerja; dan
Terhindarkan penurunan produktivitas dan daya guna sumber daya sebagai
akibat dari adanya kecelakaan kerja.


BAB II
KETENTUAN PERATURAN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA

2.1       PERATURAN TENTANG K3 DI INDONESIA
Dalam rangka terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja pada penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, terdapat pengaturan mengenai K3 yang bersifat umum dan yang bersifat khusus untuk penyelenggaraan konstruksi yakni:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja  (Pasal 10). “Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna mengembangkan kerjasama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka memperlancar usaha
produksi.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1980 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/Men/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan
Umum masing-masing Nomor Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986    tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi

2.2       PENERAPAN & PENGEMBANGAN ISO 14001:2004
Sebagai upaya mewujudkan organisasi / perusahaan yang ramah lingkungan atau peduli dengan lingkungan maka dibutuhkan upaya nyata untuk melakukan hal tersebut melalui suatu sistem pengelolaan / manajemen lingkungan yang handal, efektif, terdokumentasi, serta mendorong untuk selalu dilakukan peningkatan seperti halnya penerapan Sistem Manajemen Lingkungan mengacu pada standar ISO 14001;2004. Hal ini perlu dukungan dari semua pihak, baik manajemen, karyawan serta semua pihak yang terkait. ISO 14001 sebagai referensi untuk menjalankan sistem manajemen lingkungan merupakan standar internasional yang di terbitkan oleh ISO “ International Standards for Organitation” dimana prinsip dasar nya adalah “control” terhadap semua aspek yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Ada berbagai tahapan untuk dapat mengembangkan,
menerapkan, memelihara dan meningkatkan efektifitas sistem diantaranya:
− Tahap 1: Persiapan
− Tahap 2: Pengembangan
− Tahap 3: Penerapan
− Tahap 4: Evaluasi dan Monitoring
− Tahap 5: Sertifikasi
− Tahap 6: Pemeliharaan dan Improvement

2.3       Persiapan Persiapan
       Sebagai langkah awal untuk pengembangan, penerapan, sistem manajemen lingkungan adalah persiapan. Dalam persiapan  4 In 1 Integrasi Sistem Manajemen ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001 & SMK3 122 ada beberapa hal yang dilakukan, diantaranya:

2.4      Pembentukan Tim Pembentukan Tim
           Organisasi atau perusahaan ketika akan          mengembangkan,menerapkan sistem manajemen lingkungan, maka sebagai langkah awal Manajemen Puncak dalam hal ini Direktur Utama harus menunjuk Tim yang berperan dalam pengembangan, penerapan, pemeliharaan dan peningkatan efektifitas sistem manajemen lingkungan. Seperti yang di atur dalam persyaratan ISO 14001:2004 clausa 4.4.1 Tim yang dibentuk ini di ketuai oleh seseorang yang di sebut Management Representative . Adapun tugas, tangung jawab dari Tim Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 diataranya:

2.2.1    Manajemen Puncak: Manajemen Puncak: Puncak:
            Manajemen Puncak merupakan pimpinan tertinggi di Organisasi atau perusahaan, yang dapat berupa Board of Director atau cukup Direktur Utama
dengan tugas, tangung jawab:
a)      Memberikan arahan, motivasi kepada seluruh tim dan karyawan pentingnya untuk menerapkan sistem manajemen lingkungan.
b)      Menetapkan visi, misi dan kebijakan lingkungan serta komitmen untuk beroperasi dengan menekan dampak negative pada lingkungan.
c)      Memenuhi semua kebutuhan sumber saya yang dibutuhkan untuk mengembangkan, menerapkan, memelihara, dan meningkatkan efektifitas sistem manajemen lingkungan.
d)      Menetapan sasaran dan target, serta memastikan pelaksanaan dan pencapaian dan sasaran dan target tersebut.
e)      Memastikan semua peraturan yang terkait dengan lingkungan telah di identifikasi, akses serta di penuhi untuk efektifitas penerapan sistem manajemen lingkungan.
f)       Memastikan sistem manajemen lingkungan, telah di kembangkan, di terapkan, dan di pelihara efektifitasnya
2.2.2    Management Representative (MR) Management Representative (MR)
            Selajutnya Manajemen Puncak menunjuk seorang Management Representative dimana dengan kemampuan yang dimiliki ditunjuk sebagai pemimpin tim sistem manajemen lingkungan dengan tugas tanggung jawab sebagai berikut;
a)      Memimpin tim untuk pengembangan,penerapan, pemeliharaan dan peningkatan efektifitas sistem manajemen lingkungan.
b)      Melaporkan kinerja sistem manajemen lingkungan ke Manajemen puncak   secara periodic.
c)      Memastikan dokumentasi sistem manajemenlingkungan dilakukan secara efektif, sesuai dengan persyaratan ISO 14001.
d)      Memastikan semua aspek dan dampak di identifikasi, di analisis di dokumentasikan dan di up date secara periodic.
e)      Memastikan penerapan sistem manajemen lingkungan di lakukan pada semua semua fungsi yang relevan.
f)       Membuat program audit, mengkoordinasi pelaksanaan internal audit.
g)      Mengkoordinasi pelaksanaan kajian manajemen.
h)      Berkomunikasi dengan badan sertifikasi untuk pelaksanaan audit ataupun surveylance audit


2.2.3    Document Controler (DC) Document Controler (DC)
a)      Management Representative di bantu denganDocument Controler yang merupakan personel yang ditunjuk dengan tugas tanggung jawab.
b)      Membantu MR dan Working Group dalam melakukan dokumentasi sistem manajemen lingkungan.
c)      Dengan persetujuan MR mengendalikan seluruh dokumen sistem manajemen lingkungan.
d)      Melakukan adminitrasi dan fileing seluruh kegiatan management representative.
e)      Menyiapkan data untuk kebutuhan kajian manajemen.
f)       Memyimpan rekaman sistem manajemen lingkungan dan melakukan pemusnahan record yang menjadi tanggung jawab MR. setelah masa retensi sudah habis
2.2.4    Working Group Working Group Working Group
Selain Document Controler, Management Representative juga dibantu oleh kelompok kerja (Working Group) yang merupakan tim yang diambil mewakili masing-masing fungsi yang ada di Organisasi atau perusahaan. Adapun tugas, tangung jawab working group antara lain:
a)      Mewakili fungsinya untuk melakukan pengembangan, penerapan, dan pemeliharaan sistem manajemen lingkungan.
b)      Membantu MR dalam melakukan sosialisasi untuk kebutuhan penerapan sistem manajemen lingkungan.
c)      Mengidentifikasi permasalahan yang timbul dan mencari solusi yang efektif.
d)      Mengidentifikasi kebutuhan untuk peningkatan efektifitas penerapan sistem manajemen lingkungan.
e)      Melakukan monitoring kinerja sistem manajemen lingkungan dan melaporkan ke MR
2.2.5    Auditor Internal Sistem Manajemen Lingkungan Auditor Internal Sistem Manajemen Lingkungan
Sistem Manajemen Lingkungan yang dikembangkan secara periodik harus dilakukan evaluasi efektifitas penerpannya. Salah satu mekanisme evaluasi yang diwajibkan oleh standar ISO 14001 adalah dengan melakukan audit Internal. Untuk dapat melakukan audit internal secara efektif maka harus memiliki Tim Auditor Internal yang kompeten dan independent. Tim Auditor internal inilah yang merupakan personel yang telah memiliki kualifikasi sebagai auditor internal, yang memiliki kemampuan untuk melakukan audit serta memahami proses yang audit. Adapun tugas tanggung jawab:
a.       Melakukan audit sistem manajemen lingkungan secara profesional, independen.
b.      Membuat laporan formal hasil audit internal.
c.       Melakukan verifikasi tindak lanjut dari temuan audit.
d.      Melaporkan hasil verifikasi tindak lanjut hasil audit internal

2.5       Pembentukan Komitmen Pembentukan Komitmen
            Apabila Manajemen Puncak sudah menetapkan Tim.Sistem Manajemen Lingkungan, maka bagian dari persiapan adalah dengan menumbuhkan komitmen tim maupun seluruh karyawan Organisasi atau perusahaan. Komitmen ini memegang peranan yang sangat penting dalam menjamin kesuksesan pengembangan, penerapan dan pemeliharaan efektifitas sistem manajemen lingkungan. Ada berbagai langkah yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan komitmen baik untuk tim maupun karyawan diantaranya:
a.       Tim dan karyawan harus mengetahui maksud dan tujuan dari penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001.
b.      Proses sosialisasi yang intensif dan masif bagi seluruh karyawan.
c.       Menunjuk tim dalam suatu Surat Keputusan yang sekaligus diberikan penjelasan mengenai tugas dan tanggung jawab sebagai Tim.
d.      Komunikasi yang efektif antara Manajemen Puncak, Tim dan Seluruh karyawan.
e.       Reward and punishment system Di samping komitmen Tim dan Karyawan, tak kalah penting juga komitmen dari Manajemen Puncak terutama terkait dengan penyediaan sumber daya. Berbagai sumber daya yang dibutuhkan di antaranya:
1.      Penyediaan pra sarana yang memadai sehingga semua aspek yang berdampak negatif ke lingkungan. dapat dikendalikan dengan baik dan efektif.
2.      Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mencegah atau mengurangi timbulkan pencemaran lingkungan.
3.      Penyediaan waktu, jumlah karyawan dengan tingkat pengetahuan dan kompetensi yang memadai untuk menjamin efektifitas penerapan sistem manajemen lingkungan.
4.      Penyediaan sumber daya untuk memenuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan lingkungan.
5.      Semua kebutuhan yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas penerapan, pemeliharaan dan peningkatan efektifitas sistem manajemen lingkungan.
2.6       Penetapan Ruang Lingkup Penetapan Ruang Lingkup
            Penetapan ruang Lingkup penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2004 di Organisasi atau perusahaan dilakukan di awal sebelum dilakukan pengembangan. Organisasi atau perusahaan , ketika mengembangkan, menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan harus menetapkan ruang lingkup sistem nya, apakah sistem yang dibangun mencakup semua area atau akan membuat skala prioritas. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah pengembangan dan penerapan sistem akan dilakukan mencakup seluruh area atau. dilakukan secara parsial diantarannya:
a.       Kesiapan infrastruktur untuk mengendalikan atau mencegah dampak negatif lingkungan dari kegiatan untuk setiap area.
b.      Kesiapan Tim dan karyawan dalam menerapkan sistem manajemen lingkungan.
c.       Ketersediaan anggaran untuk memenuhi kebutuhan pemenuhan persyaratan baik infrastruktur maupun peraturan perundang-undangan terkait dengan lingkungan yang relevan.
d.      Tingkat dampak lingkungan sebagai efek samping kegiatan yang dilaksanakan di masing-masing area/proses.
e.       Tuntutan dari pihak-pihak terkait
2.7       Penyediaan Sumber Daya Penyediaan Sumber Daya
            Dalam menerapkan suatu sistem manajemen, apalagi sistem manajemen lingkungan maka tidak akan terlepas dari kebutuhan sumber daya, di mana sumber daya ini menjadi penggerak untuk menjamin efektivitas penerapan sistem manajemen lingkungan. Tanpa ketersediaan sumber daya yang memadai, maka penerapan sistem manajemen ini dapat menjadi kurang efektif atau bahkan sulit untuk dilaksanakan. Adapun sumber daya di harus di persiapan untuk kebutuhan penerapan sistem manajemen lingkungan seperti yang di atur dengan Persyaratan ISO 14001;2004 clausa 4.4.1. mencakup di ataranya:
a.       Sumber daya manusia termasuk kemampuan spesifik yang dibutuhkan untuk menjamin efektivitas penerapan sistem manajemen lingkungan.
b.      Infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif dari kegiatan yang dilakukan oleh Organisasi atau perusahaan.
c.       Teknologi yang diperlukan untuk meminimalkan dampak negatif pencemaran lingkungan.
d.      Keuangan yang dibutuhkan untuk membiaya seluruh kegiatan untuk menjamin efektivitas penerapan sistem manajemen lingkungan.
e.       Pengembangan Pengembangan Apabila persiapan untuk pengembangan sistem manajemen. lingkungan sudah cukup dengan, indikator
f.        Terbentuknya tim ISO 14001 dengan di pimpin oleh Management Representative yang di kuatkan dalambentuk surat keputusan oleh Direktur Utama.
g.      Ruang lingkup penerapan sistem yang sudah di tetapkan.
h.      Komitmen Tim dan Manajemen sudah ditunjukkan termasuk komitmen terhadap penyediaan sumber daya maka langkah berikutnya adalah pengembangan sistem manajemen. Pengembangan sistem Manajemen Lingkungan harus mengacu pada persyaratan standar ISO 14001:2004, sehingga pada akhirnya kalau sistem memenuhi standar ISO 14001:2004 maka dapat dilakukan. sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan yang sudah di terapkan. Untuk dapat mengembangkan sistem manajemen dengan baik maka dibutuhkan bimbingan konsultan yang berpengalaman dalam pengembangan, penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 di mana langkah awalnya yang harus dilakukan adalah transfer knowladge melalui proses pelatihan. Tujuan dari pelatihan awal ini adalah:
1.      Memberikan pengetahuan kepada Tim tentang konsep sistem manajemen lingkungan.
2.      Memberikan pengertian tentang interpretasi persyaratan ISO 14001:2004.
3.      Memberikan arahan bagaimana melakukan pengembangan dan penerapan sistem manajemen lingkungan.
4.      Memberikan arahan tentang sistem dokumentasi Sistem Manajemen lingkungan.
5.      Memberikan pengertian bagaimana melakukan risk assessment terkait dengan aspek dan dampak lingkungan Pelatihan diberikan minimal kepada tim Sistem manajemen lingkungan, yang digunakan sebagai bekal awal untuk pengembangan dan penerapan sistem manajemen lingkungan. Sistem manajemen suatu proses kerja yang ter struktur untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan sistem manajemen lingkungan berdasarkan definisi yang di atur dalam standar ISO 14001;2004 point 3.8 merupakan bagian dari organisasi. yang mengelola sistem manajemen nya untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan lingkungan serta mengelola semua aspek lingkungan. Oleh karena itu sistem manajemen lingkungan tidak berwujud, maka untuk mewujudkannya dan di terapkan dengan baik serta dapat dijaga konsistensinya maka di tuangkan dalam bentuk dokumen.
6.      Tahap penilaian Tahap penilaian AUDIT MUTU INTERNAL Audit lingkungan internal adalah bentuk dari pemantauan secara berkala untuk mengetahui efektifitas dari penerapan prosedur.
7.      Tahap tindakan perbaikan Tahap tindakan perbaikan tindakan perbaikan MANAGEMENT REVIEW Untuk dapat diaudit oleh badan sertifikasi, organisasi perlu melakukan minimal satu siklus audit mutu internal dan tinjauan manajemen. Tinjauan manajemen lazimnya dilakukan dalam bentuk rapat tinjaun manajemen. Dalam rapat ini setiap fungsi melaporkan perkembangan dari penerapan ISO-14001 di fungsinya masing-masing.
8.      Tahap sertifikasi Tahap sertifikasi(jika perusahaan membutuhkan) (jika perusahaan membutuhkan) (jika perusahaan membutuhkan) Sertifikasi adalah proses audit yang dilakukan oleh auditor dari badan sertifikasi yang telah dipilih oleh organisasi. Bila Auditor menganggap bahwa organisasi belum memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu ISO 14001: 2004 auditor akan meminta untuk dilakukan. perbaikan . Apabila Auditor menganggap organisasi telah memenuhi persyaratan sistem manajemen lingkungan ISO 14001: 2004 maka organisasi akan mendapat sertifikat tersebut. Tatacara mendapatkan sertifikat:
a)    Mendaftarkan perusahaan dalam rangka sertifikasi ISO 9001:2008 ke Lembaga Sertifikasi
b)   Pelaksanaan audit eksternal oleh Lembaga Sertifikasi - Perbaikan hasil audit eksternal
c)    Penerbitan sertifikat.

2.8       Pengertian ISO 45001
            ISO 45001 adalah Standar Internasional yang menentukan persyaratan untuk sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (OH&S), dengan panduan penggunaannya, untuk memungkinkan sebuah organisasi memperbaiki kinerja K3 secara proaktif dalam mencegah Kecelakaan Kerja dan dampak buruk bagi kesehatan. ISO 45001 dimaksudkan untuk diterapkan pada organisasi manapun tanpa memperhatikan ukuran, jenis dan sifatnya. Semua persyaratannya dimaksudkan untuk diintegrasikan ke dalam proses manajemen organisasi sendiri.
ISO 45001 memungkinkan sebuah organisasi, untuk dapat menerapkan Sistem K3 nya selaras dengan peraturan dan persyaratan Undang undang atau peraturan lain yang berlaku di Negara tersebut. Sehingga ini mempermudah organisasi dalam memonitor segala peraturan yang wajib mereka patuhi.

ISO 45001 tidak menyebutkan kriteria khusus untuk kinerja K3, juga tidak menentukan rancangan sistem manajemen K3 dalam Organisasi. Sistem manajemen K3 organisasi harus spesifik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dalam mencegah cedera dan kesehatan yang buruk, oleh karena itu , usaha kecil dengan risiko rendah mungkin hanya perlu menerapkan sistem yang relatif sederhana, dan sebaliknya organisasi besar dengan tingkat risiko tinggi mungkin memerlukan sesuatu yang jauh lebih rumit. Sangat mungkin perbedaan penerapan SMK3 di dalam perusahaan berbeda beda, tergantung keefektifan penerapannya oleh organisasi. ISO 45001 tidak secara khusus menangani masalah seperti keamanan produk, kerusakan properti atau dampak lingkungan, dan organisasi tidak diharuskan untuk mempertimbangkan masalah ini kecuali jika menimbulkan risiko bagi pekerjanya. ISO 45001 tidak dimaksudkan sebagai dokumen yang mengikat secara hukum, ini adalah alat bagi manajemen secara sukarela oleh organisasi yang bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan risiko bahaya.

Manfaat Penerapan ISO 45001 Sistem manajemen K3 berbasis ISO 45001 akan memungkinkan sebuah organisasi memperbaiki kinerjanya dengan:
1.      Mengembangkan dan menerapkan Sistem Manajemen untuk mengurangi atau meminimalisir kecelakaan kerja atau sakit akibat kerja
2.      Membangun proses sistematis terkait dengan K3 yang mempertimbangkan “konteksnya” dan yang memperhitungkan risiko dan peluangnya, dan persyaratan hukum dan lainnya
3.      Menentukan bahaya dan risiko yang terkait dengan aktivitasnya dan berusaha untuk menghilangkannya , atau melakukan kontrol untuk meminimalkan dampak potensial resiko dan bahayanya.
4.      Menetapkan pengendalian operasional untuk mengelola risiko K3 dan persyaratan hukum dan lainnya
5.      Meningkatkan kesadaran akan risiko K3
6.      Mengevaluasi kinerja K3 dan berusaha untuk memperbaikinya, melalui tindakan yang tepat
7.      Memastikan pekerja berperan aktif dalam masalah K3
8.      Memaksimalkan Efektifitas dan Efisiensi pekerja dan alat dengan mengurangi downtime karena cedera atau sakit akibat kerja
9.      Membuka Pasar baru terutama bagi customer yang mensyaratkan K3
10.  Memenuhi persyaratan Tender , dll
11.  Meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan dan perundangan dan mencegah permasalahan yang ditimbulkannya
12.  mengurangi keseluruhan biaya insiden
13.  mengurangi downtime dan biaya gangguan operasi
14.  mengurangi biaya premi asuransi
15.  mengurangi ketidakhadiran dan tingkat turnover karyawan
16.  Pengakuan secara Internasional terkait SMK3 organisasi

2.9 KETENTUAN ADMINISTRASI
2.9.1 KEWAJIBAN UMUM
a)      Penyedia Jasa Kontraktor berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat
kerja, peralatan, lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian
rupa sehingga tenaga kerja terlindung dari resiko kecelakaan.
b)      Penyedia Jasa Kontraktor menjamin bahwa mesin mesin peralatan,
kendaraan atau alat-alat lain yang akan digunakan atau dibutuhkan sesuai
den-an peraturan Keselamatan Kerja, selanjutnya barang-barang tersebut
harus dapat dipergunakan secara aman.
c)      Penyedia Jasa Kontraktor turut mengadakan :pengawasan terhadap
tenaga kerja, agar tenaga kerja tersebut dapat melakukan pekerjaan dalam
keadaan selamat dan sehat.
d)      Penyedia Jasa Kontraktor menunjuk petugas Keselamatan Kerja yang
karena jabatannya di dalam organisasi kontraktor, bertanggung jawab
mengawasi kordinasi pekerjaan yang dilakukan. untuk menghindarkan
resiko bahaya kecelakaan.
e)      Penyedia Jasa Kontractor memberikan pekerjaan yang cocok untuk
tenaga kerja sesuai dengsn keahlian umur, jenis kelamin dan kondisi
fisik/kesehatannya.
f)       Sebelum pekerjaan dimulai Penyedia Jasa Kontraktor menjamin bahwa
semua tenaga kerja telah diberi petunjuk terhadap bahaya demi
pekerjaannya masing-masing dan usaha pencegahannya, untuk itu
Pengurus atau kontraktor dapat memasang papan-papan pengumuman,
papan-papan peringatan serta sarana-sarana pencegahan yang dipandang
perlu.
g)      Orang tersebut bertanggung jawab pula atas pemeriksaan berkala
terhadap semua tempat kerja, peralatan, sarana-sarana pencegahan
kecelakaan, lingkungan kerja dan cara-cara pelaksanaan kerja yang aman.
h)      Hal-hal yang rnenyangkut biaya yang timbal dalam rangka
penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung
jawab Pengurus dan Kontraktor.

2.10     ANALISA SISTEM K3
1.    Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko diawali dengan mengenali jenis-jenis kecelakaan yang mungkin akan terjadi. Disini dilakukan pendefinisian risikorisiko berupa jenis kecelakaan kerja dari data primer dan dari literature terdahulu untuk menentukan variabel kuisioner.
    2.     Analisis Risiko
Analisis risiko dibagi menjadi 2 macam yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
a)         Analisis Risiko Kualitatif
Analisis Kualitatif adalah proses menilai dampak dan kemungkinan risiko yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan  dengan menyusun risiko berdasarkan dampaknya terhadap tujuan proyek.
b)        Analisis Kuantitatif
Analisis risiko secara kuantitatif merupakan metode untuk mengidentifikasi risiko kemungkinan kegagalan sistem. Analisis ini dilakukan dengan mengaplikasikan formula matematis. Secara matematis perhitungan risiko diajukan dengan mengalikan tingkat kemungkinan kejadian dengan dampak yang ditimbulkan. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengambil langkah strategis
dalam mengatasi risiko yang teridentifikasi. Meskipun analisis kuantitatif ini menggunakan pendekatan matematis, namun pada prinsipnya analisis ini merupakan tindak lanjut yang mengikuti hasil analisis kualitatif. Kesulitan utama dalam analisis risiko kuantitatif adalah pada saat menentukan tingkat kemungkinan karna data-data statistik belum tentu tersedia untuk semua peristiwa.
Adapun metode yang dipakai dalam analisis ini antara lain adalah:


1.         Survey
Survei adalah pemeriksaan atau penelitian secara komperhensif. Survei yang dilakukan dalam melakukan penelitian biasanya dilakukan dengan menyebar kuisioner atau wawancara, dengan tujuan untuk mengetahui: siapa, apakah, bagaimana atau cenderung suatu tindakan. Survei lazim dilakukan dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian survei dilakukan tertutup, survei merupakan metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden individu. Jadi bisa disimpulkan survei adalah metode untuk mengumpulkan informasi dari kelompok yang mewakili sebuah populasi, penelitian ini menggunakan survei dengan kuesioner.

           
           2.                 Pengumpulan Data
Data ialah data mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukan fakta. Data yang diperoleh haruslah relevan artinya data yang ada hubungannya langsung dengan penelitian. Selain itu data yang diperoleh adalah data yang dapat dipercaya masih hangat diperbincangkan dan di dapat dari orang pertama (data primer). Setelah data diperoleh, data dikelompokkan terlebih dahulu sebelum dipakai dalam proses analisis yaitu sebagai berikut :
a. Data primer
Merupakan data yang didapat dari sumber pertama. Data primer diperoleh dengan melakukan studi lapangan. Studi lapangan dilakukan dengan survey dengan pihak pihak terkait, sehingga pendeketan dengan data primer adalah dengan melakukan survey atau melakukan kuisioner.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari studi literatur, seperti buku, makalah, jurnal, penelitian terdahulu dan dapat berupa data yang dapat diolah dan juga dapat berupa data dari proyek tersebut. Data yang digunakan penulis pada penelitian ini data primer (langsung) dan data sekunder berupa studi literatur dan data proyek.
3. Kuisioner
Pelaksaan kuisioner pada penenlitian ini dilaksanakan menjadi 2 tahapan dengan sasaran kuisioner adalah main contractor (quality control, site engineer, site manager) dan sub contractor (safety officer dan konsultan pengawas), yaitu :
a. Sistem Manajemen K3
Meliputi Safety Planning, Safety Execution dan Safety Evaluating and monitoring. Kuisioner ini ditujukan untuk melihat standart oprasional yang berlaku.
b. Kecelakaan Kerja
Variabel risiko yaitu variabel merupakan gejala yang bervariasi dapat berupa faktor-faktor yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain atau variabel yang disebut variabel prediktor. Dalam penelitian ini sebagai variabel bebas adalah pengetahuan K3 yang terdiri dari :
Sistem Manajemen K3 (X1), Mekanisme Alat Pelindung Diri (X2), Faktor Risiko K3 (X3) dengan sasaran kuisioner adalah supervisor dan mandor.Variabel risiko yang mungkin terjadi pada proyek ini adalah :
1) Variabel Faktor Risiko K3 (X1)
a) X1.1 : Faktor Manusia
b) X1.2 : Faktor Material
c) X1.3 : Faktor Peralatan
d) X1.4 : Faktor Konstruksi
e) X1.5 : Faktor Lingkungan
2) Variabel Sistem Manajemen K3 (X2)
a) X2.1 : Adanya Kebijakan K3
b) X2.2 : Pelaksaan Sistem K3
c) X2.3 : Evaluasi K3
3) Variabel Mekanisme Alat Pelindung Diri (X3)
a) X3.1 : Briefing Penggunaan APD
b) X3.2 : Penggunaan APD
c) X3.3 : Penindakan Pelanggaran Penggunaan APD
4. Penilaian Risiko
Pada kuisioner tahap 1 penilaian risiko dinilai dari jawaban responden yan akan diberi beri pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban yaitu ya dan tidak.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2008) :
a. Penyelenggara Sistem Manajemen K3 Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:
1) Risiko Tinggi
2) Risiko Sedang
3) Risiko Kecil
b. Kinerja penerapan Penyenggalaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan umum dibagi menjadi 3, yaitu :
1) Baik, bila mencapai hasil penilaian >85%
2) Sedang, bila mencapai hasil penilaian 60% - 85%
3) Kurang, bila mencapai hasil penilaian <60%
Pada kuisioner tahap 2 penilaian risiko dinilai dari jawaban responden yang akan diberi beri pertanyaan dengan 2 sub pertanyaan yaitu dampak kecelakaan dan peluang kejadian.
c. Tingkat risiko/Dampak
           Merupakan suatu nilai yang ditetapkan untuk menentukan suatu tingkatan dampak/akibat                     berdasarkan dampak yang disebabkan oleh kecelakaan kerja. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar