Jumat, 26 Oktober 2018

TEK.KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (KONSTRUKSI)


BAB I

PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang
Proyek konstruksi sangat berpengaruh terhadap pembangunan suatu bangsa khususnya dalam memajukan ekonomi. indonesia yang merupakan negara berkembang mempunyai banyak proyek pembangunan konstruksi proyek konstruksi itu bukan hanya gedung bertingkat atau apartemen mewah. melainkan proyek yang bergerak di bidang transportasi masal seperti monorel dan jalan tol atau transportasi penghubung seperti jembatan dan pelabuhan.
dalam membangun seluruh proyek tersebut dibutuhkanlah sebuah aturan yangmenjamin keselamatan dan kesehatan pelaksanaan kerja. maka pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan yang diantaranya UU No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja  peraturan menteri No. PER-05/MEN/ 1995 tentang system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja sebaiknya dimulai dari tahap yang paling dasar yaitu pembentukan budaya keselamatan dan kesehatan kerja. dalam program keselamatan dan kesehatan kerjadapat berfungsi dan efektif apabila program tersebut dapat terkomunikasikan kepadaseluruh lapisan individu yang terlibat pada proyek konstruksi.

BAB II
LANDASAN TEORI
industri konstruksi adalah industri yang mencakup semua pihak yang terkaitdengan proses konstruksi termasuk tenaga profesi pelaksana konstruksi dan juga para pemasok yang bersam-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam industri(    Hillebrandt,1985) jasa konstruksi tidak akan terlepas dari definisi tentang bentuk dan jenis pekerjaan yang terkait dengan jasa konstruksi tersebut. dalam undang-undang jasa konstruksi dijelaskan tentang pengertian dari ‘’pekerjaan konstruksi’’ yaitu keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur,sipil,mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain (Triwidodo,2003 ).

Lokasi proyek merupakan salah satu lingkungan kerja yang mengandung resiko cukup besar, sehingga dapat dikatakan bahwa industri konstruksi terbilang paling rentan terhadap kecelakaan (Ervianto,2005 )




2.2       Kecelakaan Kerja
menurut Ramli 2010 bahwa dalam proses terjadinya kecelakaan terkait empat faktor yaitu
People,Equipment ,Material , Environment  yang saling berinteraksi ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat,material dan lingkungan dimana dia berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat ataumaterial yang kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman seperti pentilasi,penerangan,kebisingan atau suhu yang tidak aman melampaui ambang bantas.
Namun menurut Ervianto (2005) ada banyak kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja dalam proyek konstruksi salah satunya adalah karakter dari proyek itu sendiri. Proyek konstruksi memiliki konotasi yang kurang baik jika ditinjau dari aspek kebersihan dan kerapiannya. karena padat alat pekerja dan material. faktor lain penyebab timbulnya kecelakaan kerja adalah faktor pekerja konstruksi yang cenderung kurang mengindahkan ketentuan standar keselamatan kerja pemilihan metoda kerja yang kurang tepat perubahan tempat kerja dengan karakter yang berbeda sehingga selalu harus menyesuaikan diri perselisihan antara pekerja dengan tim proyek dan masih banyak faktor lainnya.

 2.3      Teori- Teori Keselamatan Kerja
Hizne (1997) menyebutkan bahwa terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Dahlback,Denning dan Kerr untuk menjelaskan dan menelusuri penyebab terjadinya kecelakaan. Teori-teori tersebut dikelompokan menjadi dua bagian yaitu (1) teori yang menggunakan pendekatan perorangan(Personal Approach),seperti :
1.     The Accidents-Proneness Theory
Teori ini menitikberatkan pada faktor perorangan ( personal approach)  yang berhubungan dengan penyebab kecelakaan.(The Accidents-Poreness Theory)
menyatakan bahwa suatu kecelakaan disebabkan oleh faktor kondisi psikologis yang timbul dari dalam diri pekerja atau dapat disebut sebagai ‘pembawaan’ pekerja, misalnya seperti sifat ceroboh,mudah gugup dan sikap yang sok jagoan (machobehavior). Sedangkan (2) teori yang menggunakan pendekatan sistem (System Approach)
Seperti:
1.    The Goals-Freedom-Alertness Theory
Menurut The Goals-Freedom-Alertness Theory, mengungkapkan bahwa kecelakaan yang terjadi merupakan akibat dari perilaku kerja yang berkualitas rendahyang muncul dalam suatu iklim psikologis yang tidak dihargai. Hinze(1997). menyebutkan inti dari teori ini adalah manajemen harus memberikan kebebasankepada pekerja dalam usahanya mencapai tujuan dari pekerjaan, dengan tidak dibebani oleh target-target yang memberatkan. hasilnya adalah bahwa pekerja akan lebih memfokuskan kerjanya yang mengarah pada tujuan kerja.
           2.      The Adjusment-Stress Theory
Teori ini dibuat bertujuan untuk melengkapi The Goals-Freedom-AlertnessTheor,yang menyatakan bahwa pekerja akan merasa aman jika berada padalingkungan kerja yang positif. Teori ini merupakan kebalikan dari teori-teori yang mengemukakan kondisi-kondisi yang menyebabkan seorang pekerja merasa tidak aman
            3.     The Distractions Theory
Pada dasarnya teori ini menyatakan bahwa kecelakaan disebabkan oleh situasi.Apabila tidak terdapat bahaya di tempat kerja,maka pekerja tidak akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. 1emikian pula sebaliknya, jika ada bahaya di tempat kerjanya, maka pekerja akan kesulitan dan bahkan dapat membuat seorang pekerja mengalami frustasi. jika seorang pekerja mengalami tekanan mental yang cukup kritis ketika melakukan suatu pekerjaan, maka kecelakaan hanya tinggal menunggu waktu untuk tejadi.
4.   Mental Stresses
Berdasarkan teori Mental Stresses, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya kecelakaan adalah tekanan atau stress yang dialami pekerja. Tekanan mental  stress dapat juga disebabkan oleh berbagai kejadian yang positif maupun negatif. Kejadian positif dapat berupa kesuksesan, prestasi dan peningkatan kualitas hidup, sedangkan kejadian negatif dapat berupa perceraian, kematian dan masalahrumah tangga.
5.   The Chain-of  Events Theory
Teori ini mengungkapkan bahwa sebuah kecelakaan terjadi sebagai hasil dari urutan kerjadian-kejadian. Kejadian-kejadian tersebut saling berkaitan satu samalain, dimana setiap kejadian mengikuti kejadian lain yang terjadi sebelumnya. Pada akhirnya akan menghasilkan sebuah kecelakaan, sebaliknya jika salah satu kejadian tersebut tidak muncul,maka kecelakaan tidak akan terjadi (Ridley,1986).
6.   Multiple Causation Theory
Teori ini berbeda dengan
The  Chain-of Events Theory,dimana kecelakaan terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dalam suatu urutan peristiwa. Teori ini menyatakan bahwa factor-faktor tersebut bergabung secara acak yang akhirnya menyebabkan suatu kecelakaan. Tiap faktor penyebab kecelakaan ini dapat mewakili suatu tindakan yang tidak aman ataupun suatu kondisi9lingkungan kerja yang tidak aman.

2.4       Faktor Penyebab Kecelakaan
Berdasarkan pada 7 (tujuh) teori kecelakaan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli,secara umum dapat disimpulkan bahwa sebuah kecelakaan disebabkan oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu adalah (1)Tindakan yang tidak aman (2) Kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman (Ramli,2010); dan (3) Kombinasi dari keduafaktor tersebut (Anton,1989;Hinze;1997).
1.Tindakan yang tidak aman (Unsafe act)
Anton (1989),mendefinisikan tindakan yang tidak aman atau unsafe act sebagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang sehingga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Tindakan tidak aman ini dianggap sebagai salahsatu hasil dari kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secaralangsung maupun kesalahan yang dilakukan oleh organisasi.
2.Kondisi yang tidak aman (Unsafe Condition)
menurut Anton (1989),suatu kondisi lingkungan kerja yang tidak aman adalah suatu kondisi fisik dari lingkungan pekerjaan dimana dapat meningkatkan peluang pekerja mengalami kecelakaan. Manajemen sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman. hal ini disebabkan karenamanajemen memiliki kemampuan untuk mengontrol seluruh kondisi lingkungan pekerjaan dan memiliki wewenang untuk mengambil tindakan terhadap situasi tersebut.

3.Keselamatan&kesehatan  Kerja(K3)
Keselamatan dapat diartikan sebagai kondisi bebas dari bahaya; terhindar dari bencana; aman sentosa; sejahtera;tidak kurang suatu apapun; sehat; tidak mendapatgangguan dan kerusakan;beruntung; tercapai maksudnya; tidak gagal (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
 menurut Hinze (1997) keselamatan kerja merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan proyek konstruksi, dimana keselamatan kerja perlu mendapat perhatian yang sama dengan kualitas, jadwal dan biaya. Keterlibatan secara aktif darimanajemen perusahaan sangat penting artinya bagi terciptanya perbuatan dan kondisi lingkungan yang aman. Program keselamatan kerja ( safety work program)perlu dibuat oleh manajemen perusahaan, serta memiliki komitmen untuk menjalankan program tersebut demi terciptanya keamanan di lokasi proyek.
4.Budaya Keselamatan dan Kesehatan kerja(K3)
Budaya keselamatan kerja merupakan sub komponen dari budaya organisasiyang membahas keselamatan kerja individu, pekerjaan dan hal-hal yang diutamakan oleh organisasi mengenai keselamatan kerja. Definisi mengenai budaya keselamatan dan kesehatan kerja yang palingsederhana#,dinyatakan oleh The Confederation of british Industry-CBI(1991) dalam
 Dooper (2000).yaitu ‘‘…the way we do things around here’’

2.5       Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja
Menurut Suma’mur P.K,(1987), secara garis besar ada lima jenis kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja adalah  Kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, Kelainan dan cacat,Kematian. Setiap kali kecelakaan terjadimaka karyawan, pimpinan perusahaan bahkan negara pun akan dirugikan.Singkatnya adalah semua pihak akan dirugikan karena adanya kecelakaan itusendiri.
1. Kerugian terhadap karyawan
a. Menderita rasa sakit, takut, dan menderita.
b. Cacat tubuh.
c. Tidak mampu bekerja seperti semula.
d. Menderita gangguan jiwa.
e. Kehilangan nafkah dan masa depan.
f. Tidak dapat menikmati kehidupan yang layak.
2. Kerugian terhadap pimpinan perusahaan
a. Kehilangan pendapatan kerja atau waktu kerja.
b. Kualitas dan kuantitas kerja menurun.
c. Bertambahnya kerja lembur (karena untuk penggantian waktu kerja yang hilang ).
d. Perbaikan dan pemindahan mesinmesin alat kerja lainnya.
e. Kehilangan waktu kerja bagi karyawan atau staff lainnya untukpenyelidikan kecelakaan,
membantu karyawan yang menderita kecelakaan serta waktu untuk melihat/menonton kecelakaan.
f. Penempatan dan latihan terhadap karyawan yang menderita kecelakaan ( setelah sembuh)
untuk pekerjaan baru.
g. Pengobatan.
h. Asuransi atau kompensasi bagi penderita kecelakaan.
i. Kehilangan kepercayaan dari karyawan lainnya, lingkungan dan
sebagainya.
2.6       Kerugian terhadap keluarga karyawan yang bersangkutan
a.   Kehilangan sumber nafkah / pendapatan bila karyawan yang bersangkutan satu-satunya    pencari nafkah dalam keluarga.
b. Keluarga kehilangan kasih sayang.
2.7       Kerugian terhadap bangsa dan negara
a.  Kehilangan tenaga kerja yang terampil untuk menyokong ekonomi nasional.
b. Kekurangan tenaga kerja yang terampil, sehingga memerlukan tenaga asing untuk mengisinya.
c. Dengan adanya pengumuan atau informasi mengenai banyaknya kecelakaan kerja khususnya bidang konstruksi, maka ada kemungkinan generasi muda memilih karir jenis pekerjaan yang lain.
2.8       PERMASALAHAN K-3 DALAM BIDANG KONSTRUKSI
Hingga saat ini diasumsikan secara umum bahwa konstruksi merupakan pekerjaan yang bersifat berat/kasar, dan merupakan sarana latihan yang ideal bagi para atlit, serta menyehatkan semua orang yang ingin tetap aktif. Bahaya yang mengancam kesehatan kerja dalam bidang konstruksi, diantaranya mencakup panas,radiasi, kebisingan, debu, kejutan, getaran, serta zat kimia beracun. Barangkali yang merupakan bahaya paling dominan dalam hal ini adalah mengenai optimism manusia sendiri. Akan tetapi orang semakin mengakui bahwa penyakit karena pekerjaan benar-benar merupakan suatu permasalahan yang serius dalam bidang konstruksi. Biaya langsung yang cukup besar jumlahnya telah dikeluarkan untuk pembayaran perawatan medis serta tuntutan ganti rugi karena cacat tubuh, dan biaya tidak langsung dikeluarkan untuk membayar kehilangan dari pekerja yang berketrampilan. Fakta telah memperlihatkan bahwa bidang konstruksi ini memang benar-benar merupakan industri yang berbahaya. Menurut Donald S. Barrie, dkk, 1995 sangatlah penting bagi organisasi yang terlibat dalam bidang konstruksi untuk selalu mengikuti jalannya perkembangan aspek kesehatan kerja serta metode penerapan yang telah teruji secara baik, dalam usaha untuk mengurangi bahaya berupa kecelakaan kerja. Fakta telah memperlihatkan bahwa bidang konstruksi ini memang benar-benar merupakan industri yang berbahaya. Departemen Tenaga Kerja dan Statistik dewan keselamatan kerja Amerika ( National Safety Council ) menunjukkan bahwa walaupun para pekerja bidang konstruksi hanya meliputi sekitar 6% dari jumlah tenaga kerja keseluruhannya. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja juga sama-sama merupakan bagiaan dari upaya perencanaan dan pengendalian proyek, sebagai hal hanya meliputi : biaya, perencanaan, pengadaan, serta kualitas. Hal semacam itu memang mempunyai   saling keterkaitan yang sangat erat..

2.9       Keberhasilan Proyek Konstruksi yang Melaksanakan K-3
Berdasarkan kenyataan dalam proses pelaksanaan proyek konstruksi, menunjukkan bahwa penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) yang mencapai tingkat secara baik akan dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja dalam segala bentuknya. Di samping mencegah adanya korban manusia juga termasuk upaya meniadakan sekaligus mengurangi kerugian harta benda; gangguan pengembangan potensi ekonomi, ketidakteraturan proses kegiatan konstruksi ( Soeripto, 1989). Kelancaran pelaksanaan proyek konstruksi di lapangan tidak selalu menitikberatkan pada progam Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Namun demikian, rangkaian kegiatan proyek yang sedang dilaksanakan dapat berhasil dikarenakan adanya pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara baik oleh semua pihak pelaksana proyek
konstruksi. Faktor penunjang dan factor penghambat pelaksanaan progam K-3 memiliki korelasi dengan proses kelancaran proyek bidang konstruksi. Meski demikian, terdapat faktor lainnya yang lebih diutamakan oleh para penyedia jasa konstruksi, anatara lain : pengalaman kerja para pelaksana proyek dan tingkat pendidikan yang tinggi tentang ilmu konstruksi. Sehingga proses pembangunan proyek konstruksi dapat berhasil secara baik dari segi biaya, mutu, dan waktu.

2.10     Kinerja Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan (proses) yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan berupa bangunan.Karakteristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam 3 (tiga) dimensi, yaitu unik,melibatkan sejumlah sumber daya (resources) dan membutuhkan organisasi. Proses penyelesaian proyek konstruksi ini berpegang pada 3 (tiga) kendala (constraint) yaitu sesuai dengan spesifikasi yang diterapkan (mutu) sesuai dengan time schedule (jadwal) dan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan (biaya) Ketiga diselesaikan secara simultan (Ervianto,2005).

2.11     Alat Pelindung Diri dan Sarana K3 dalam Dunia Konstruksi
Pada setiap pekerjaan, ancaman bahaya kecelakaan pasti selalu ada. Pekerjaan konstruksi adalah salah satunya. Kecelakaan ini bisa menyebabkan ancaman serius pada kesehatan dan keselamatan baik dalam jangka pendek maupun panjang. Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi harus diperhatikan. Pelaksanaan K3 dalam pekerjaan konstruksi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Perlindungan keselamatan diawali dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) dan sarana kesehatan kerja yang baik. Selanjutnya, perilaku kerja yang baik dan penggunaan peralatan kerja yang benar. Keempat cara ini, semua sama pentingnya.
Alat pelindung diri adalah benda dan alat pengaman yang harus digunakan pada saat bekerja supaya semua bagian badan terlindung dari bahaya pada saat bekerja. Berbagai macam alat pelindung diri adalah sebagai berikut:
·       Helm Pelindung berfungsi melindungi kepala dari benda-benda yang jatuh dari atas. Helm pelindung harus terbuat dari bahan yang keras, cukup tebal dan terdapat tali pengikat helm.
·       Pelindung Mata  bertugas untuk menjaga keselamatan mata.
·       Ada tiga macam fungsi pelindung yaitu pelindung sinar, debu dan api.
·       Pelindung Telinga. Suara yang terlalu bising dapat menyebabkan sakit telinga bahkan tuli. Mencegah hal itu, pada kebisingan diatas 85 dB pelindung telinga wajib digunakan. Pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga dan tutup telinga.
·       Masker Pernafasan digunakan pada saat fogging dan pekerjaan berdebu. Tujuan masker adalah mencegah masuknya debu dan udara kotor ke pernafasan.
·       Rompi digunakan untuk melindungi badan. Selain itu, garis yang ada di rompi schotlite juga merupakan tanda supaya pekerja terlihat di malam hari.
·       Sabuk Pengaman dan Harness adalah alat pelindung diri yang wajib digunakan untuk pekerjaan pada ketinggian di atas 1,5 m. Tujuannya adalah melindungi diri supaya tidak jatuh ke tanah apabila terpeleset.
·       Sarung Tangan adalah untuk melindungi keselamatan tangan. Ada berbagai macam sarung tangan berdasarkan bahannya, yaitu:
a.      Sarung tangan berbahan kulit untuk pekerjaan pengelasan, pemotongan, brazing dan penyambungan tali/baja.
b.     Sarung tangan berbahan vinyl untuk pekerjaan dengan zat kimia.
c.      Sarung tangan berbahan karet untuk pekerjaan listrik.
d.     Sarung tangan berbahan kain untuk pekerjaan ringan.
·       Sepatu untuk melindungi keselamatan kaki. Ada berbagai macam sepatu, yaitu:
a.      Safety shoes dengan bahan kulit untuk pekerjaan berat dan rawan benturan.
b.     Rubber boot dengan bahan karet untuk pekerjaan daerah basah.- Electrical shoes dengan bahan karet untuk pekerjaan listrik.


2.12     Sarana kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
Sarana K3 merupakan fasilitas yang harus tersedia di lokasi proyek kostruksi untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja. Adapun sarana tersebut adalah sebagai berikut.
1.        Tersedia sarana cuci mata dan tangan. Sarana ini digunakan untuk membersihkan diri setelah bekerja. Air pada fasilitas ini harus bersih dan bisa melayani semua pekerja.
2.        Tersedia barak kerja. Barak kerja merupakan rumah sementara/tempat tinggal bagi pekerja yang menginap di lokasi proyek. Barak pekerja harus disediakan dengan kondisi yang nyaman, baik dan rapi supaya pekerja dapat beristirahat dengan baik. Pemulihan tenaga pekerja merupakan hal yang penting karena salah satu penyebab kecelakaan kerja adalah hilangnya konsentrasi pekerja yang terlalu capai.
3.        Tersedia ruang istirahat dan makan untuk pekerja. Adanya fasilitas ini membuat pekerja dapat beristirahat saat lelah dan menjaga kualitas makanan dari debu/kotoran.
4.        Tersedia fasilitas toilet dan kebersihan, Penyebaran penyakit seringkali bermula dari sanitasi yang buruk. Air seni dan kotoran manusia yang dibuang sembarangan merupakan media penularan penyakit. Oleh karena itu, fasilitas saniasi harus disediakan.
5.        Tersedia fasilitas APAR, Fire extinguisher, Bahaya kebakaran dapat terjadi sewaktu-waktu sehingga perlengkapan pemadam kebakaran harus selalu tersedia.
6.        Tersedia kotak P3K, Kotak P3K merupakan perlengkapan pertolongan pertama apabila terjadi kecelakaan kerja. Kotak P3K dianjurkan terdiri dari kapas, perban, plester, obat luka bakar, kasa, Sopra-Tulle, gelas pencuci mata, aquades, oba tetes mata, obat merah, rivanol, alkohol 70%, balsem, peniti, gunting, vinset, dan sarung tangan karet.
7.        Akses Pintu evakuasi tanpa halangan Evacuation sign, via: www.glogster.comPintu darurat harus dapat mengevakuasi pekerj  dengan cepat apabila terjadi bencana. Oleh karena itu, pintu harus diberi tanda evakuasi, penerangan yang cukup dan tanpa ada halangan (barang-barang).
8.        Ketersediaan air putih, Pada kondisi normal, manusia perlu minum air sekitar 2-2,5 liter. Kekurangan minum menyebabkan dehidrasi, mudah sakit dan hilangnya konsentrasi. Demi menghindari itu, setiap pekerjaan konstruksi wajib menyediakan air putih yang cukup bagi pekerjanya. Agar terlaksananya pekerjaan konstruksi dengan lancar, aspek keselamatan merupakan hal yang paling penting untuk dilaksanakan. Musibah memang tidak bisa kita tentukan kapan terjadi. Namun dengan adanya pelaksanaan aturan keselamatan yang tepat akan mengurangi resiko musibah tersebut.





2.13     Jam Kerja
Jam Kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85.Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telas disebutkan diatas yaitu:

a.      7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1  minggu; atau
b.     8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu.
Ketentuan waktu kerja selama 40 jam/minggu (sesuai dengan Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu tersebut selebihnya diatur dalam Keputusan Menteri.
Keputusan Menteri yang dimaksud adalah Kepmenakertrans No. 233 tentang Jenis Dan Sifat Pekerjaan Yang Dijalankan Secara Terus Menerus, dimana pada pasal 3 ayat (1) mengatur bahwa pekerjaan yang berlangsung terus menerus tersebut adalah:

·       pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan;
·       pekerjaan di bidang pelayanan jasa transportasi;
·       pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat transportasi;
·       pekerjaan di bidang usaha pariwisata;
·       pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi;
·       pekerjaan di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM), dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;
·       pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;
·       pekerjaan di bidang media masa;
·       pekerjaan di bidang pengamanan;
·       pekerjaan di lembaga konservasi;
pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.
Berdasarkan peraturan tersebut, maka jenis-jenis pekerjaan di atas dapat berlangsung secara terus menerus, tanpa mengikuti ketentuan jam kerja sebagaimana tercantum dalam UU No. 13 tahun 2003. Namun demikian, setiap kelebihan jam kerja yang dilakukan oleh buruh/pekerja dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana tercantum di atas, harus dihitung sebagai lembur yang harus dibayarkan karena merupakan hak buruh/pekerja yang dilindungi oleh Undang-Undang.

2.14     Jumlah Pegawai yang Efektif
mentaati UU No. 1 tahun 1970 mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, dan pada peraturan Per 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan dan Kep.20/DJPPK/2004 tentang sertifikasi K3 Konstruksi.
Ketaatan pada peraturan keselamatan dan Kesehatan Kerja di sektor konstruksi sangat penting karena kecelakaan kerja di sektor Konstruksi mencapai 32% dan merupakan penyumbang kecelakaan kerja tertinggi di Indonesi Kep.20/DJPPK/2004 : Pelaksanaan konstruksi bangunan mengandung bahaya yang dapat mengancam tenaga kerja atau orang lain dan mengancam seluruh tahapan pekerjaan konstruksi beserta isinya.  Oleh karena itu diperlukan adanya tenaga kerja yang berkompeten dan memiliki kewenangan atau Ahli K3 Konstruksi Jumlah Ahli K3 Konstruksi dalam perusahaan konstruksi juga diatur sebagai berikut :
·       Untuk Tenaga kerja lebih dari 100 orang atau penyelenggaraan proyek selama 6 bulan harus memiliki sekurang kurangnya 1 (Satu) orang Ahli K3 Utama Konstruksi, 1 (Satu) orang Ahli madya Konstruksi dan 2 (dua) orang Ahli Muda K3 Konstruksi Untuk Tenaga kurang dari 100 orang atau penyelenggaraan proyek kurang dari 6 bulan harus memiliki sekurang kurangnya 1 (Satu) orang Ahli madya Konstruksi dan 1 (satu) orang Ahli Muda K3 Konstruksi Untuk Tenaga kurang dari 25 orang atau penyelenggaraan proyek kurang dari 3 bulan harus memiliki sekurang kurangnya 1 (satu) orang Ahli Muda K3 Konstruksi.
·       Ahli K3 Konstruksi bisa didapatkan melalui proses rekrutmen atau melalui pembinaan karyawan internal.  Menghire seseorang yang sudah memiliki sertifikat Ahli K3 Konstruksi adalah langkah yang paling cepat, namun tenaga yang berpengalaman dan memiliki sertifikat yang tinggi biasanya memiliki permintaan remunerasi yang lebih tinggi pula.
·       Sedangkan melalui pembinaan karyawan internal biasanya lebih murah. Pilihan ini juga bisa digunakan sebagai pemenuhan peraturan perundangan K3, karena Pembinaan tenaga kerja dalam K3 adalah merupakan kewajiban pemberi kerja (UU 1/1970 pasal 9 ayat 3). Pembinaan melalui training dan sertifikasi ini harus melalui lembaga yang memiliki legalitas baik. Penyelenggaraan pembinaan K3 ini dilaksanakan oleh Asosiasi profesi K3 Konstruksi bangunan, Lembaga pelatihan bidang K3 Konstruksi Bangunan, dan perusahaan Jasa K3 sebagaimana dimaksud dalam Per 04/Men/1995 tentang PJK3.  (corrosionindonesia, Luky Tantra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar