BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proyek konstruksi
sangat berpengaruh terhadap pembangunan suatu bangsa khususnya dalam memajukan
ekonomi. indonesia yang merupakan negara berkembang mempunyai banyak proyek
pembangunan konstruksi proyek konstruksi itu bukan hanya gedung bertingkat atau
apartemen mewah. melainkan proyek yang bergerak di bidang transportasi masal
seperti monorel dan jalan tol atau transportasi penghubung seperti jembatan dan
pelabuhan.
dalam membangun seluruh
proyek tersebut dibutuhkanlah sebuah aturan yangmenjamin keselamatan dan
kesehatan pelaksanaan kerja. maka pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan
yang diantaranya UU No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja peraturan menteri No. PER-05/MEN/ 1995 tentang
system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan
kesehatan kerja sebaiknya dimulai dari tahap yang paling dasar yaitu
pembentukan budaya keselamatan dan kesehatan kerja. dalam program keselamatan
dan kesehatan kerjadapat berfungsi dan efektif apabila program tersebut dapat
terkomunikasikan kepadaseluruh lapisan individu yang terlibat pada proyek
konstruksi.
BAB
II
LANDASAN TEORI
industri konstruksi
adalah industri yang mencakup semua pihak yang terkaitdengan proses konstruksi
termasuk tenaga profesi pelaksana konstruksi dan juga para pemasok yang bersam-sama
memenuhi kebutuhan pelaku dalam industri( Hillebrandt,1985)
jasa konstruksi tidak akan terlepas dari definisi tentang bentuk dan jenis
pekerjaan yang terkait dengan jasa konstruksi tersebut. dalam undang-undang
jasa konstruksi dijelaskan tentang pengertian dari ‘’pekerjaan konstruksi’’ yaitu
keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan
beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur,sipil,mekanikal,
elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan
suatu bangunan atau bentuk fisik lain (Triwidodo,2003 ).
Lokasi proyek merupakan
salah satu lingkungan kerja yang mengandung resiko cukup besar, sehingga dapat
dikatakan bahwa industri konstruksi terbilang paling rentan terhadap kecelakaan
(Ervianto,2005 )
2.2 Kecelakaan Kerja
menurut Ramli 2010 bahwa
dalam proses terjadinya kecelakaan terkait empat faktor yaitu
People,Equipment ,Material ,
Environment yang saling berinteraksi
ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat,material dan lingkungan dimana
dia berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat ataumaterial yang
kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan
kerja yang tidak aman seperti pentilasi,penerangan,kebisingan atau suhu yang
tidak aman melampaui ambang bantas.
Namun menurut Ervianto (2005) ada banyak
kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja dalam proyek konstruksi salah
satunya adalah karakter dari proyek itu sendiri. Proyek konstruksi memiliki
konotasi yang kurang baik jika ditinjau dari aspek kebersihan dan kerapiannya.
karena padat alat pekerja dan material. faktor lain penyebab timbulnya
kecelakaan kerja adalah faktor pekerja konstruksi yang cenderung kurang
mengindahkan ketentuan standar keselamatan kerja pemilihan metoda kerja yang
kurang tepat perubahan tempat kerja dengan karakter yang berbeda sehingga
selalu harus menyesuaikan diri perselisihan antara pekerja dengan tim proyek
dan masih banyak faktor lainnya.
2.3 Teori-
Teori Keselamatan Kerja
Hizne (1997) menyebutkan
bahwa terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti
Dahlback,Denning dan Kerr untuk menjelaskan dan menelusuri penyebab terjadinya
kecelakaan. Teori-teori tersebut dikelompokan menjadi dua bagian yaitu (1)
teori yang menggunakan pendekatan perorangan(Personal Approach),seperti :
1.
The Accidents-Proneness Theory
Teori ini menitikberatkan
pada faktor perorangan ( personal approach) yang berhubungan dengan penyebab kecelakaan.(The
Accidents-Poreness Theory)
menyatakan bahwa suatu kecelakaan
disebabkan oleh faktor kondisi psikologis yang timbul dari dalam diri pekerja
atau dapat disebut sebagai ‘pembawaan’ pekerja, misalnya seperti sifat
ceroboh,mudah gugup dan sikap yang sok jagoan (machobehavior). Sedangkan (2) teori
yang menggunakan pendekatan sistem (System Approach)
Seperti:
1. The Goals-Freedom-Alertness Theory
Menurut
The Goals-Freedom-Alertness Theory, mengungkapkan bahwa kecelakaan yang terjadi
merupakan akibat dari perilaku kerja yang berkualitas rendahyang muncul dalam
suatu iklim psikologis yang tidak dihargai. Hinze(1997). menyebutkan inti dari
teori ini adalah manajemen harus memberikan kebebasankepada pekerja dalam
usahanya mencapai tujuan dari pekerjaan, dengan tidak dibebani oleh target-target
yang memberatkan. hasilnya adalah bahwa pekerja akan lebih memfokuskan kerjanya
yang mengarah pada tujuan kerja.
2. The Adjusment-Stress Theory
Teori ini dibuat bertujuan untuk melengkapi The
Goals-Freedom-AlertnessTheor,yang menyatakan bahwa pekerja akan merasa aman
jika berada padalingkungan kerja yang positif. Teori ini merupakan kebalikan
dari teori-teori yang mengemukakan kondisi-kondisi yang menyebabkan seorang
pekerja merasa tidak aman
3. The
Distractions Theory
Pada
dasarnya teori ini menyatakan bahwa kecelakaan disebabkan oleh situasi.Apabila
tidak terdapat bahaya di tempat kerja,maka pekerja tidak akan mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan pekerjaannya. 1emikian pula sebaliknya, jika ada bahaya di
tempat kerjanya, maka pekerja akan kesulitan dan bahkan dapat membuat seorang
pekerja mengalami frustasi. jika seorang pekerja mengalami tekanan mental yang
cukup kritis ketika melakukan suatu pekerjaan, maka kecelakaan hanya tinggal
menunggu waktu untuk tejadi.
4. Mental
Stresses
Berdasarkan
teori Mental Stresses, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya kecelakaan
adalah tekanan atau stress yang
dialami pekerja. Tekanan mental stress dapat juga disebabkan oleh berbagai
kejadian yang positif maupun negatif. Kejadian positif dapat berupa kesuksesan,
prestasi dan peningkatan kualitas hidup, sedangkan kejadian negatif dapat
berupa perceraian, kematian dan masalahrumah tangga.
5. The Chain-of Events Theory
Teori
ini mengungkapkan bahwa sebuah kecelakaan terjadi sebagai hasil dari urutan
kerjadian-kejadian. Kejadian-kejadian tersebut saling berkaitan satu samalain, dimana
setiap kejadian mengikuti kejadian lain yang terjadi sebelumnya. Pada akhirnya
akan menghasilkan sebuah kecelakaan, sebaliknya jika salah satu kejadian
tersebut tidak muncul,maka kecelakaan tidak akan terjadi (Ridley,1986).
6. Multiple Causation Theory
Teori ini berbeda
dengan
The Chain-of Events Theory,dimana kecelakaan terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor dalam suatu urutan peristiwa. Teori ini
menyatakan bahwa factor-faktor tersebut bergabung secara acak yang akhirnya menyebabkan
suatu kecelakaan. Tiap faktor penyebab kecelakaan ini dapat mewakili suatu
tindakan yang tidak aman ataupun suatu kondisi9lingkungan kerja yang tidak
aman.
2.4 Faktor Penyebab Kecelakaan
Berdasarkan pada 7
(tujuh) teori kecelakaan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli,secara umum
dapat disimpulkan bahwa sebuah kecelakaan disebabkan oleh 3 (tiga) faktor utama
yaitu adalah (1)Tindakan yang tidak aman (2) Kondisi lingkungan pekerjaan yang
tidak aman (Ramli,2010); dan (3) Kombinasi dari keduafaktor tersebut
(Anton,1989;Hinze;1997).
1.Tindakan yang tidak aman (Unsafe act)
Anton
(1989),mendefinisikan tindakan yang tidak aman atau unsafe act sebagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang sehingga
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Tindakan tidak aman ini
dianggap sebagai salahsatu hasil dari kesalahan yang dilakukan baik oleh
pekerja yang terlibat secaralangsung maupun kesalahan yang dilakukan oleh
organisasi.
2.Kondisi
yang tidak aman (Unsafe Condition)
menurut
Anton (1989),suatu kondisi lingkungan kerja yang tidak aman adalah suatu
kondisi fisik dari lingkungan pekerjaan dimana dapat meningkatkan peluang
pekerja mengalami kecelakaan. Manajemen sebagai pihak yang bertanggung jawab atas
kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman. hal ini disebabkan
karenamanajemen memiliki kemampuan untuk mengontrol seluruh kondisi lingkungan
pekerjaan dan memiliki wewenang untuk mengambil tindakan terhadap situasi tersebut.
3.Keselamatan&kesehatan Kerja(K3)
Keselamatan
dapat diartikan sebagai kondisi bebas dari bahaya; terhindar dari bencana; aman
sentosa; sejahtera;tidak kurang suatu apapun; sehat; tidak mendapatgangguan dan
kerusakan;beruntung; tercapai maksudnya; tidak gagal (Kamus Besar Bahasa
Indonesia)
menurut Hinze (1997) keselamatan kerja
merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan proyek konstruksi, dimana
keselamatan kerja perlu mendapat perhatian yang sama dengan kualitas, jadwal
dan biaya. Keterlibatan secara aktif darimanajemen perusahaan sangat penting
artinya bagi terciptanya perbuatan dan kondisi lingkungan yang aman. Program
keselamatan kerja ( safety work program)perlu dibuat oleh manajemen perusahaan,
serta memiliki komitmen untuk menjalankan program tersebut demi terciptanya
keamanan di lokasi proyek.
4.Budaya Keselamatan dan Kesehatan
kerja(K3)
Budaya
keselamatan kerja merupakan sub komponen dari budaya organisasiyang membahas
keselamatan kerja individu, pekerjaan dan hal-hal yang diutamakan oleh
organisasi mengenai keselamatan kerja. Definisi mengenai budaya keselamatan dan
kesehatan kerja yang palingsederhana#,dinyatakan oleh The Confederation of
british Industry-CBI(1991) dalam
Dooper (2000).yaitu ‘‘…the way we do things
around here’’
2.5 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja
Menurut Suma’mur
P.K,(1987), secara garis besar ada lima jenis kerugian yang disebabkan oleh
kecelakaan kerja adalah Kerusakan,
kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, Kelainan dan cacat,Kematian.
Setiap kali kecelakaan terjadimaka karyawan, pimpinan perusahaan bahkan negara
pun akan dirugikan.Singkatnya adalah semua pihak akan dirugikan karena adanya
kecelakaan itusendiri.
1. Kerugian terhadap karyawan
a.
Menderita rasa sakit, takut, dan menderita.
b.
Cacat tubuh.
c.
Tidak mampu bekerja seperti semula.
d.
Menderita gangguan jiwa.
e.
Kehilangan nafkah dan masa depan.
f.
Tidak dapat menikmati kehidupan yang layak.
2. Kerugian terhadap pimpinan perusahaan
a. Kehilangan
pendapatan kerja atau waktu kerja.
b. Kualitas dan
kuantitas kerja menurun.
c. Bertambahnya kerja
lembur (karena untuk penggantian waktu kerja yang hilang ).
d. Perbaikan dan
pemindahan mesinmesin alat kerja lainnya.
e. Kehilangan waktu
kerja bagi karyawan atau staff lainnya untukpenyelidikan kecelakaan,
membantu
karyawan yang menderita kecelakaan serta waktu untuk melihat/menonton kecelakaan.
f. Penempatan dan
latihan terhadap karyawan yang menderita kecelakaan ( setelah sembuh)
untuk pekerjaan baru.
g. Pengobatan.
h. Asuransi atau
kompensasi bagi penderita kecelakaan.
i. Kehilangan
kepercayaan dari karyawan lainnya, lingkungan dan
sebagainya.
2.6 Kerugian terhadap keluarga karyawan yang
bersangkutan
a. Kehilangan
sumber nafkah / pendapatan bila karyawan yang bersangkutan satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga.
b. Keluarga kehilangan
kasih sayang.
2.7 Kerugian terhadap bangsa dan negara
a. Kehilangan tenaga kerja yang terampil untuk
menyokong ekonomi nasional.
b. Kekurangan tenaga kerja yang terampil, sehingga
memerlukan tenaga asing untuk mengisinya.
c. Dengan adanya pengumuan atau informasi mengenai
banyaknya kecelakaan kerja khususnya bidang konstruksi, maka ada kemungkinan generasi
muda memilih karir jenis pekerjaan yang lain.
2.8 PERMASALAHAN K-3 DALAM BIDANG KONSTRUKSI
Hingga saat ini
diasumsikan secara umum bahwa konstruksi merupakan pekerjaan yang bersifat
berat/kasar, dan merupakan sarana latihan yang ideal bagi para atlit, serta
menyehatkan semua orang yang ingin tetap aktif. Bahaya yang mengancam kesehatan
kerja dalam bidang konstruksi, diantaranya mencakup panas,radiasi, kebisingan,
debu, kejutan, getaran, serta zat kimia beracun. Barangkali yang merupakan
bahaya paling dominan dalam hal ini adalah mengenai optimism manusia sendiri.
Akan tetapi orang semakin mengakui bahwa penyakit karena pekerjaan benar-benar
merupakan suatu permasalahan yang serius dalam bidang konstruksi. Biaya
langsung yang cukup besar jumlahnya telah dikeluarkan untuk pembayaran perawatan
medis serta tuntutan ganti rugi karena cacat tubuh, dan biaya tidak langsung
dikeluarkan untuk membayar kehilangan dari pekerja yang berketrampilan. Fakta
telah memperlihatkan bahwa bidang konstruksi ini memang benar-benar merupakan industri
yang berbahaya. Menurut Donald S. Barrie, dkk, 1995 sangatlah penting bagi organisasi
yang terlibat dalam bidang konstruksi untuk selalu mengikuti jalannya perkembangan
aspek kesehatan kerja serta metode penerapan yang telah teruji secara baik,
dalam usaha untuk mengurangi bahaya berupa kecelakaan kerja. Fakta telah
memperlihatkan bahwa bidang konstruksi ini memang benar-benar merupakan
industri yang berbahaya. Departemen Tenaga Kerja dan Statistik dewan
keselamatan kerja Amerika ( National Safety Council ) menunjukkan bahwa
walaupun para pekerja bidang konstruksi hanya meliputi sekitar 6% dari jumlah
tenaga kerja keseluruhannya. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja juga sama-sama
merupakan bagiaan dari upaya perencanaan dan pengendalian proyek, sebagai hal
hanya meliputi : biaya, perencanaan, pengadaan, serta kualitas. Hal semacam itu
memang mempunyai saling keterkaitan
yang sangat erat..
2.9 Keberhasilan Proyek Konstruksi yang
Melaksanakan K-3
Berdasarkan kenyataan
dalam proses pelaksanaan proyek konstruksi, menunjukkan bahwa penerapan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K-3) yang mencapai tingkat secara baik akan dapat mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dalam segala bentuknya. Di samping mencegah adanya korban
manusia juga termasuk upaya meniadakan sekaligus mengurangi kerugian harta
benda; gangguan pengembangan potensi ekonomi, ketidakteraturan proses kegiatan
konstruksi ( Soeripto, 1989). Kelancaran pelaksanaan proyek konstruksi di
lapangan tidak selalu menitikberatkan pada progam Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Namun demikian, rangkaian kegiatan proyek yang sedang dilaksanakan dapat
berhasil dikarenakan adanya pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara baik
oleh semua pihak pelaksana proyek
konstruksi. Faktor penunjang dan factor penghambat
pelaksanaan progam K-3 memiliki korelasi dengan proses kelancaran proyek bidang
konstruksi. Meski demikian, terdapat faktor lainnya yang lebih diutamakan oleh
para penyedia jasa konstruksi, anatara lain : pengalaman kerja para pelaksana
proyek dan tingkat pendidikan yang tinggi tentang ilmu konstruksi. Sehingga
proses pembangunan proyek konstruksi dapat berhasil secara baik dari segi
biaya, mutu, dan waktu.
2.10 Kinerja Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi
merupakan suatu rangkaian kegiatan (proses) yang mengolah sumber daya proyek
menjadi suatu hasil kegiatan berupa bangunan.Karakteristik proyek konstruksi
dapat dipandang dalam 3 (tiga) dimensi, yaitu unik,melibatkan sejumlah sumber daya
(resources) dan membutuhkan
organisasi. Proses penyelesaian proyek konstruksi ini berpegang pada 3 (tiga)
kendala (constraint) yaitu sesuai dengan spesifikasi yang diterapkan (mutu)
sesuai dengan time schedule (jadwal) dan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan
(biaya) Ketiga diselesaikan secara simultan (Ervianto,2005).
2.11 Alat Pelindung Diri dan Sarana K3 dalam
Dunia Konstruksi
Pada
setiap pekerjaan, ancaman bahaya kecelakaan pasti selalu ada. Pekerjaan
konstruksi adalah salah satunya. Kecelakaan ini bisa menyebabkan ancaman serius
pada kesehatan dan keselamatan baik dalam jangka pendek maupun panjang. Oleh
karena itu, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi harus diperhatikan. Pelaksanaan K3 dalam pekerjaan konstruksi dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara. Perlindungan keselamatan diawali dengan
penggunaan alat pelindung diri (APD) dan sarana kesehatan kerja yang baik.
Selanjutnya, perilaku kerja yang baik dan penggunaan peralatan kerja yang
benar. Keempat cara ini, semua sama pentingnya.
Alat pelindung diri
adalah benda dan alat pengaman yang harus digunakan pada saat bekerja supaya
semua bagian badan terlindung dari bahaya pada saat bekerja. Berbagai macam
alat pelindung diri adalah sebagai berikut:
·
Helm Pelindung berfungsi melindungi
kepala dari benda-benda yang jatuh dari atas. Helm pelindung harus terbuat dari
bahan yang keras, cukup tebal dan terdapat tali pengikat helm.
·
Pelindung Mata bertugas untuk menjaga keselamatan mata.
·
Ada tiga macam fungsi pelindung yaitu
pelindung sinar, debu dan api.
·
Pelindung Telinga. Suara yang terlalu
bising dapat menyebabkan sakit telinga bahkan tuli. Mencegah hal itu, pada
kebisingan diatas 85 dB pelindung telinga wajib digunakan. Pelindung telinga
terdiri dari sumbat telinga dan tutup telinga.
·
Masker Pernafasan digunakan pada saat
fogging dan pekerjaan berdebu. Tujuan masker adalah mencegah masuknya debu dan
udara kotor ke pernafasan.
·
Rompi digunakan untuk melindungi badan.
Selain itu, garis yang ada di rompi schotlite juga merupakan tanda supaya
pekerja terlihat di malam hari.
·
Sabuk Pengaman dan Harness adalah alat
pelindung diri yang wajib digunakan untuk pekerjaan pada ketinggian di atas 1,5
m. Tujuannya adalah melindungi diri supaya tidak jatuh ke tanah apabila
terpeleset.
·
Sarung Tangan adalah untuk melindungi
keselamatan tangan. Ada berbagai macam sarung tangan berdasarkan bahannya,
yaitu:
a. Sarung
tangan berbahan kulit untuk pekerjaan pengelasan, pemotongan, brazing dan
penyambungan tali/baja.
b. Sarung
tangan berbahan vinyl untuk pekerjaan dengan zat kimia.
c. Sarung
tangan berbahan karet untuk pekerjaan listrik.
d. Sarung
tangan berbahan kain untuk pekerjaan ringan.
·
Sepatu untuk melindungi keselamatan
kaki. Ada berbagai macam sepatu, yaitu:
a. Safety
shoes dengan bahan kulit untuk pekerjaan berat dan rawan benturan.
b. Rubber
boot dengan bahan karet untuk pekerjaan daerah basah.- Electrical shoes dengan
bahan karet untuk pekerjaan listrik.
2.12 Sarana kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
Sarana K3 merupakan
fasilitas yang harus tersedia di lokasi proyek kostruksi untuk menjamin
kesehatan dan keselamatan pekerja. Adapun sarana tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Tersedia
sarana cuci mata dan tangan. Sarana ini digunakan untuk membersihkan diri setelah
bekerja. Air pada fasilitas ini harus bersih dan bisa melayani semua pekerja.
2. Tersedia
barak kerja. Barak kerja merupakan rumah sementara/tempat tinggal bagi pekerja
yang menginap di lokasi proyek. Barak pekerja harus disediakan dengan kondisi
yang nyaman, baik dan rapi supaya pekerja dapat beristirahat dengan baik.
Pemulihan tenaga pekerja merupakan hal yang penting karena salah satu penyebab
kecelakaan kerja adalah hilangnya konsentrasi pekerja yang terlalu capai.
3. Tersedia
ruang istirahat dan makan untuk pekerja. Adanya fasilitas ini membuat pekerja
dapat beristirahat saat lelah dan menjaga kualitas makanan dari debu/kotoran.
4. Tersedia
fasilitas toilet dan kebersihan, Penyebaran penyakit seringkali bermula dari
sanitasi yang buruk. Air seni dan kotoran manusia yang dibuang sembarangan
merupakan media penularan penyakit. Oleh karena itu, fasilitas saniasi harus
disediakan.
5. Tersedia
fasilitas APAR, Fire extinguisher, Bahaya kebakaran dapat terjadi sewaktu-waktu
sehingga perlengkapan pemadam kebakaran harus selalu tersedia.
6. Tersedia
kotak P3K, Kotak P3K merupakan perlengkapan pertolongan pertama apabila terjadi
kecelakaan kerja. Kotak P3K dianjurkan terdiri dari kapas, perban, plester,
obat luka bakar, kasa, Sopra-Tulle, gelas pencuci mata, aquades, oba tetes
mata, obat merah, rivanol, alkohol 70%, balsem, peniti, gunting, vinset, dan
sarung tangan karet.
7. Akses
Pintu evakuasi tanpa halangan Evacuation sign, via: www.glogster.comPintu
darurat harus dapat mengevakuasi pekerj
dengan cepat apabila terjadi bencana. Oleh karena itu, pintu harus
diberi tanda evakuasi, penerangan yang cukup dan tanpa ada halangan
(barang-barang).
8. Ketersediaan
air putih, Pada kondisi normal, manusia perlu minum air sekitar 2-2,5 liter.
Kekurangan minum menyebabkan dehidrasi, mudah sakit dan hilangnya konsentrasi.
Demi menghindari itu, setiap pekerjaan konstruksi wajib menyediakan air putih
yang cukup bagi pekerjanya. Agar terlaksananya pekerjaan konstruksi dengan
lancar, aspek keselamatan merupakan hal yang paling penting untuk dilaksanakan.
Musibah memang tidak bisa kita tentukan kapan terjadi. Namun dengan adanya
pelaksanaan aturan keselamatan yang tepat akan mengurangi resiko musibah
tersebut.
2.13 Jam Kerja
Jam Kerja adalah waktu
untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari.
Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85.Pasal 77 ayat 1, UU
No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja.
Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telas
disebutkan diatas yaitu:
a.
7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam
kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1
minggu; atau
b.
8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam
kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Pada kedua sistem jam kerja tersebut
juga diberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu)
minggu.
Ketentuan waktu kerja
selama 40 jam/minggu (sesuai dengan Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003) tidak
berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Ketentuan mengenai waktu
kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu tersebut selebihnya diatur
dalam Keputusan Menteri.
Keputusan Menteri yang dimaksud adalah
Kepmenakertrans No. 233 tentang Jenis Dan Sifat Pekerjaan Yang Dijalankan
Secara Terus Menerus, dimana pada pasal 3 ayat (1) mengatur bahwa pekerjaan
yang berlangsung terus menerus tersebut adalah:
·
pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan;
·
pekerjaan di bidang pelayanan jasa
transportasi;
·
pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat
transportasi;
·
pekerjaan di bidang usaha pariwisata;
·
pekerjaan di bidang jasa pos dan
telekomunikasi;
·
pekerjaan di bidang penyediaan tenaga
listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM), dan penyediaan bahan bakar minyak
dan gas bumi;
·
pekerjaan di usaha swalayan, pusat
perbelanjaan, dan sejenisnya;
·
pekerjaan di bidang media masa;
·
pekerjaan di bidang pengamanan;
·
pekerjaan di lembaga konservasi;
pekerjaan-pekerjaan yang apabila
dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan
alat produksi.
Berdasarkan peraturan
tersebut, maka jenis-jenis pekerjaan di atas dapat berlangsung secara terus
menerus, tanpa mengikuti ketentuan jam kerja sebagaimana tercantum dalam UU No.
13 tahun 2003. Namun demikian, setiap kelebihan jam kerja yang dilakukan oleh
buruh/pekerja dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana tercantum di atas, harus
dihitung sebagai lembur yang harus dibayarkan karena merupakan hak
buruh/pekerja yang dilindungi oleh Undang-Undang.
2.14
Jumlah Pegawai yang Efektif
mentaati UU No. 1 tahun
1970 mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, dan pada peraturan Per
01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan
dan Kep.20/DJPPK/2004 tentang sertifikasi K3 Konstruksi.
Ketaatan pada peraturan
keselamatan dan Kesehatan Kerja di sektor konstruksi sangat penting karena
kecelakaan kerja di sektor Konstruksi mencapai 32% dan merupakan penyumbang
kecelakaan kerja tertinggi di Indonesi Kep.20/DJPPK/2004 : Pelaksanaan
konstruksi bangunan mengandung bahaya yang dapat mengancam tenaga kerja atau
orang lain dan mengancam seluruh tahapan pekerjaan konstruksi beserta
isinya. Oleh karena itu diperlukan adanya
tenaga kerja yang berkompeten dan memiliki kewenangan atau Ahli K3 Konstruksi Jumlah
Ahli K3 Konstruksi dalam perusahaan konstruksi juga diatur sebagai berikut :
· Untuk
Tenaga kerja lebih dari 100 orang atau penyelenggaraan proyek selama 6 bulan
harus memiliki sekurang kurangnya 1 (Satu) orang Ahli K3 Utama Konstruksi, 1
(Satu) orang Ahli madya Konstruksi dan 2 (dua) orang Ahli Muda K3 Konstruksi
Untuk Tenaga kurang dari 100 orang atau penyelenggaraan proyek kurang dari 6
bulan harus memiliki sekurang kurangnya 1 (Satu) orang Ahli madya Konstruksi
dan 1 (satu) orang Ahli Muda K3 Konstruksi Untuk Tenaga kurang dari 25 orang
atau penyelenggaraan proyek kurang dari 3 bulan harus memiliki sekurang
kurangnya 1 (satu) orang Ahli Muda K3 Konstruksi.
· Ahli
K3 Konstruksi bisa didapatkan melalui proses rekrutmen atau melalui pembinaan
karyawan internal. Menghire seseorang
yang sudah memiliki sertifikat Ahli K3 Konstruksi adalah langkah yang paling
cepat, namun tenaga yang berpengalaman dan memiliki sertifikat yang tinggi
biasanya memiliki permintaan remunerasi yang lebih tinggi pula.
· Sedangkan
melalui pembinaan karyawan internal biasanya lebih murah. Pilihan ini juga bisa
digunakan sebagai pemenuhan peraturan perundangan K3, karena Pembinaan tenaga
kerja dalam K3 adalah merupakan kewajiban pemberi kerja (UU 1/1970 pasal 9 ayat
3). Pembinaan melalui training dan sertifikasi ini harus melalui lembaga yang
memiliki legalitas baik. Penyelenggaraan pembinaan K3 ini dilaksanakan oleh
Asosiasi profesi K3 Konstruksi bangunan, Lembaga pelatihan bidang K3 Konstruksi
Bangunan, dan perusahaan Jasa K3 sebagaimana dimaksud dalam Per 04/Men/1995
tentang PJK3. (corrosionindonesia, Luky
Tantra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar